Suara.com – Deputi V Kantor Staf Presiden (KSP) Jaleswari Pramodhawardani menyebut penyebaran berita bohong atau hoaks yang masif ini tak hanya menggangu proses demokrasi. Menurutnya, suburnya hoaks di media sosial menandakan kemampuan dan pemahaman masyarakat soal informasi berbasis komputer masih minim.
“Pada saat masyarakat dihadapkan pada perkembangan teknologi yang sangat masif, penyebaran hoaks menjadi bukan hanya hambatan dalam berdemokrasi melainkan juga tantangan dalam peningkatan literasi digital masyarakat kita,” ujar Jaleswari dalam sambutan mewakili Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko di acara “Pemilu, Hoaks dan Penegakkan Hukum di Hotel Pullman, Thamrin, Jakarta, Selasa (15/1/2019).
Menurutnya, masalah maraknya hoaks yang beredar luas di jagat dunia maya merupakan tanggung jawab seluruh pemangku kepentingan. Dia pun meminta agar seluruh pihak terkait bisa membedakan antara program dan konten propaganda.
“Tantangan literasi digital dan juga hambatan berdemokrasi berupa hoaks dalam pemilu sudah semestinya dijawab kolektif oleh kita bersama. Keuntungan demografi Indonesia perlu dimaksimalkan mengingat kurang lebih 150 juta masyarakat Indonesia memiliki akses terhadap internet dan dunia digital,” tutur dia.
Tak hanya itu, dia mencontohkan pengalaman penyebaran hoaks yang masif di negara lain melalui aplikasi yang terenskripsi bukan media sosial mainstream. Menurutnya, penyebaran hoaks dalam skala besar terjadi melalui platform seperti email dan Whatssap.
“Penyebaran konten hoaks yang dapat dilihat di media sosial mainstream, misalnya Facebook dan Twitter hanya sebagian kecil dari skala yang lebih besar,” ucap dia.
Terkait masalah ini, kata dia harus menjadi fokus bersama agar Pemilu dapat terselenggara dengan demokratis. Dia menambahkan, perlunya penegakkan hukum yang tegas bagi pihak-pihak yang berpotensi mendelegitimasi Pemilu melalui penyebaran hoaks.
“Skala yang lebih besar ini terjadi melalui platform dark sosial seperti email dan WhatsApp. Ini semua yang kemudian harus menjadi fokus kita bersama sama agar kita dapat memiliki Pemilu yang benar-benar demokratis, selain itu perlu adanya penegakan hukum yang tegas bagi upaya-upaya hoaks yang berpotensi mendelegitimasi Pemilu,” ucap dia
Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga telah memberikan arahan dalam rapat terbatas mengenai antisipasi perkembangan media sosial pada tahun 2016. Dalam rapat terbatas tersebut, Jokowi memberikan arahan tentang upaya semesta untuk memberhentikan konten negatif yang mencakup upaya penegakan hukum serta penggalangan gerakan masyarakat.
“Mengutip Presiden, fenomena hoaks dimaknai sebagai hal yang bukan budaya kita, bukan kepribadian kita, oleh karenanya upaya responsif dan terukur untuk menanggulangi hal tersebut perlu dilakukan. Dalam upaya penegakan hukum Presiden menginstruksikan bahwa penegakan hukum harus tegas dan keras untuk penyebaran disinformasi yang mengandung fitnah, memecahbelah dan sebagainya,” tandasnya.
Baca Juga : Mengapa Cina Hukum Mati Warga Kanada?