Sumber.com – Wadah Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi tak setuju jika Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) kasus penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan dibentuk oleh Kepala Kepolisian RI (Kapolri) Tito Karnavian. Ketua WP KPK Yudi Purnomo Harahap mengatakan, TGPF harusnya dibentuk oleh Presiden RI Joko Widodo.
“WP KPK tidak sependapat dengan rekomendasi agar TGPF dibentuk oleh Kapolri serta di bawah koordinasi Kapolri. Sudah semestinya TGPF dibentuk oleh Presiden RI dengan bersifat independen, serta bertanggungjawab langsung dan hanya kepada Presiden RI,” tutur Yudi melalui keterangan resmi, Sabtu, 22 Desember 2018.
Selain soal pembentukan tim gabungan, WP KPK mengatakan mendukung rekomendasi lainnya yang digulirkan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Dia mengatakan, WP KPK siap mendukung dan mendorong agar kasus teror terhadap Novel pada 11 April 2017 lalu supaya cepat selesai.
“WP KPK menyatakan bahwa seluruh pegawai KPK mendorong dan siap mendukung sepenuhnya rekomendasi Komnas HAM kepada pimpinan KPK untuk segera memulai langkah-langkah hukum dan membangun penyelidikan atas tindakan penyiraman air keras kepada Novel dalam konstruksi obstruction of justice,” ujarnya.
Laporan Komnas HAM menyebut bahwa penyerangan terhadap Novel bukanlah kriminal biasa. Laporan Komnas HAM menyatakan bahwa serangan tersebut merupakan serangan yang jelas direncanakan dan dilakukan secara sistematis sehingga disimpulkan terdapat bukti permulaan yang cukup telah terjadi pelanggaran HAM.
Hasil laporan final Komnas HAM tersebut setidaknya mencatat dua persoalan utama. Pertama, pelanggaran HAM yang terjadi pada peristiwa penyerangan terhadap Novel Baswedan dalam konteks peran sebagai penyidik KPK dikategorikan Human Rights Defender. Komnas HAM juga menempatkan peristiwa penyerangan atas Novel Baswedan sebagai obstruction of justice.
Kedua, dalam hal penegakan hukum yang berlarut-larut, sehingga Novel Baswedan tidak mendapatkan hak untuk mendapatkan keadilan dalam proses penegakan hukum sebagai salah satu hak asasi seluruh rakyat Indonesia yang harus di jamin oleh negara.
“Atas fakta tersebut TGPF sudah seharusnya dibentuk dengan landasan bahwa pembentukan TGPF dilaksanakan karena institusi penegak hukum yang ada belum mampu atau mengalami kesulitan baik karena faktor politik, sosial, maupun faktor lainnya sehingga dibutuhkan intervensi Presiden selaku panglima tertinggi penegakan hukum di Indonesia,” katanya.
Baca Juga : Mengapa Pengadilan Indonesia Mengabaikan Keputusan Mahkamah Konstitusi