Tribunnews.com – Kinerja PT United Tractor Tbk (UNTR) sepanjang tahun 2015 mengalami perlambatan. Laba bersih perseroan anjlok 28% secara year on year (yoy) menjadi Rp 3,9 triliun.
Penurunan kinerja emiten alat berat ini terjadi seiring dengan menurunnya pendapatan usahanya ditambah dengan penurunan nilai atas properti pertambangan dan aset lainnya akibat penuruan harga batubara yang terus berlanjut.
Pendapatan usaha UNTR hanya turun 7% yoy menjadi Rp 49,3 triliun. Masing-masing segmen bisnis konstruksi, kantraktor pertambangan, pertambangan dan industri konstruksi menyumbang porsi 27%,62%, 8% dan 3%.
Setelah melakukan pengujian penurunan nilai atas properti pertambangan maka terdapat pembebanan biaya kerugian yang dibebankan pada laba bersih setelah pajak sebesar Rp 2,6 triliun sehingga laba bersih turun 28%.
“Tanpa memperhitungkan penurunan nilai tersebut laba bersih UNTR hanya turun 7% menjadi Rp 6,4 triliun,” jelasnya management UNTR dalam keterbukaan, Kamis (25/2).
Dari segmen usaha mesin konstruksi, volume penjualan alat berat Komatsu tahun 2015 turun 40% yoy menjadi 2.124 unit karena berkurangnya permintaan alat berat di semua sektor. Namun, penjualan Komatsu masih mampu mempertahankan posisi sebagai market leader dengan pangsa pasar 36%.
Sementara pendapatan UNTR dari penjualan suku cadang dan jasa pemeliharaan alat berat naik 2% menjadi Rp 6,1 triliun. Hanya saja, kenaikan pendapatan dari purnajual tidak mampu mendorong total pendapatan di bisnis mesin konstruksi. Bisnis ini malah turun 9,3% menjadi Rp 13,6 triliun.
Unit usaha kontraktor penambangan yang dijalankan PT Pamapersada Nusantara (PMA) mengalami penurunan pendapatan 9% menjadi Rp 30,5 triliun. Ini lantaran turunnya volume produksi batubara dari 113,5 juta ton menjaid 109 juta ton. Sedangkan volume pekerjaan pemindahan tanah turun 806,4 juta bcm menjadi 766,6 juta bcm.
Di bisnis pertambangan yang dijalankan PT Tuah Turangga Agung (TTA) mencatatkan penurunan penjualan batubara 18% menjadi 5,7 juta ton. Alhasil, pendapatannya anjlok 18% menjadi Rp 3,8 triliun. Kinerja segmen kontruksi juga mencatatkan kinerja negatif.
(Kongres Advokat Indonesia)