TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Ketua KPU RI, Arief Budiman, mengatakan pihaknya berhati-hati sebelum mengambil keputusan agar tidak bertentangan dengan hukum.
“KPU menyegerakan. Bukan tidak melaksanakan. Bagaimana melaksanakan? Sedang dibuat konsep untuk melaksanakan. Ini sebagai bentuk kehati-hatian,” ujar Arief Budiman, ditemui di kantor KPU RI, Selasa (27/11/2018).
Menurut dia, bukan hal mudah untuk membuat suatu keputusan. Sebab, harus diperhatikan satu demi satu. “Bukan hal mudah membuat regulasi. Satu kalimat satu ayat satu pasal diperhatikan betul,” kata dia.
Di kesempatan itu, dia membantah, hanya mendengarkan keterangan satu pihak soal pencalonan anggota DPD RI dari latar belakang pengurus partai politik.
Sejauh ini, KPU sudah beraudiensi dengan Mahkamah Konstitusi (MK) dan mendengarkan keterangan dari Koalisi Masyarakat Sipil Pemantau Pemilu dan staff pengajar Hukum Tata Negara (HTN).
“Kami tidak berhadapan dengan siapapun. Mencari pandangan, masukan agar kebijakan tidak bertentangan dengan regulasi atau bertentangan dengan putusan yang ada,” tambahnya.
Sebelumnya, Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI mempunyai pilihan mengakomodir putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Mahkamah Agung (MA), dan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) soal persyaratan pencalonan pengurus partai politik mendaftarkan diri sebagai anggota DPDRI.
KPU akan menyelesaikan susunan draft di dalamnya berisi pendapat para ahli yang sudah didengar keterangan pada beberapa waktu lalu dan hasil audiensi dengan MK. Selain itu, pihaknya juga sudah membahas secara internal.
Sejauh ini, KPU RI sudah menjalankan putusan MK Nomor 30/PUU-XVI/2018 mengenai larangan pengurus partai politik menjadi anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Tindaklanjut putusan itu melalui penerbitan Peraturan KPU (PKPU) Nomor 26 Tahun 2018 tentang Pencalonan Perseorangan Peserta Pemilu Dewan Perwakilan Daerah.
Lalu, untuk putusan MA yang mengabulkan uji materi dari Oesman Sapta Odang, KPU sudah membuat draft sebagai upaya menjalankan putusan. Sejauh ini, putusan MA tidak pernah membatalkan atau tidak mengatakan salah apa yang diputuskan MK dan KPU.
Sedangkan, untuk putusan PTUN Republik Indonesia Nomor 1130/PL.01.4-Kpt/06/KPU/IX/2018 Tentang Penetapan Daftar Calon Tetap Perseorangan Peserta Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Daerah Tahun 2019 yang mengabulkan gugatan yang diajukan OSO.
Untuk putusan PTUN, KPU juga sudah membuat draft bagaimana melaksanakan putusan PTUN yang mengatakan SK 1130 itu dibatalkan dan KPU harus membuat SK baru untuk memasukkan calon DPD di dalam DCT.
Sehingga, langkah selanjutnya menindaklanjuti tiga putusan itu dalam membuat satu naskah.(*)
Baca Juga : GURU BESAR HUKUM PIDANA UGM : Ganti Rugi dalam Kasus Lalu Lintas Bisa Mengurangi Tuntutan