REPUBLIKA.CO.ID, JEMBER — Pemerintah segera menyelesaikan rancangan hukum omnibus terkait dengan perizinan berusaha. Aturan dalam bentuk undang-undang tersebut akan menjadi payung dari tidak kurang 20 undang-undang terkait dengan perizinan.
Perbaikan perizinan berusaha diharapkan bisa membantu mendorong realisasi investasi di Indonesia. “Di awal tahun depan kita upayakan percepat. Kami (Kementerian/Lembaga) secara substansi itu sudah oke,” kata Sekretaris Menko Perekonomian Susiwijono Moegiarso di Jember, Jawa Timur pada Kamis (22/11).
Susi menjelaskan, upaya untuk memperkuat sistem Layanan Perizinan Berusaha Terintegrasi secara Elektronik atau Online Single Submission (OSS) terdiri atas tiga hal. Pertama, yakni penyempurnaan sistem teknologi informasi OSS, perbaikan proses bisnis yang melibatkan Kementerian/Lembaga (K/L) dan Pemerintah Daerah, serta hukum omnibus sebagai bagian dari reformasi regulasi.
“Untuk omnibus law substansinya sepanjang terkait dengan perizinan maka semuanya akan tunduk ke undang-undang itu,” kata Susi.
Susi mengakui implementasi hukum omnibus tersebut tidak mudah. Hal ini lantaran perizinan di berbagai sektor sudah memiliki landasan undang-undang masing-masing. Meski begitu, dia menyatakan, seluruh K/L sudah berkomitmen untuk mewujudkan aturan hukum tersebut. Bahkan, dia menyebut, Presiden Joko Widodo pun termasuk orang yang memberikan dukungan.
“Presiden itu sudah gemas ingin menyelesaikan kerumitan perizinan karena dia sendiri mengalami waktu jadi pengusaha,” kata Susi.
Susi mengatakan, saat ini pemerintah telah mempelajari penyusunan hukum omnibus dari sejumlah negara seperti Inggris, Belanda, dan Amerika Serikat. Dia mengatakan, setelah pemerintah mematangkan draf rancangan undang-undang (RUU) tersebut baru akan mengajukannya kepada DPR.
“Kalau konsepnya sudah matang kita akan segera minta waktu untuk diskusi dengan parlemen. Mudah-mudahan akhir tahun ini substansinya sudah selesai,” ujar Susi.
Sementara itu, Peneliti dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira menilai, pemerintah perlu memperbaiki hambatan utama dalam kemudahan investasi di Indonesia. Hal itu seperti permasalahan administrasi dan birokrasi dalam berusaha.
“Pemerintah perlu melihat akar masalah yang struktural,” kata Bhima.
Bhima menyebut, dalam laporan kemudahan berbisnis (Ease of Doing Business/EoDB) Bank Dunia perizinan memulai usaha Indonesia masih menempati peringkat ke-134 di dunia. Kemudian, administrasi pembayaran pajak masih berada di peringkat ke-112.
Selain itu, birokrasi daerah yang lambat dan persoalan korupsi juga menjadi hambatan utama realisasi investasi di Indonesia. “Itu yang harus diselesaikan dulu baru investor akan masuk,” kata Bhima.
Baca Juga : Penegakan Hukum di Atas Laut Sudah Berjalan Baik?