TEMPO.CO, Jakarta – Lembaga Bantuan Hukum atau LBH Jakarta membuka pos pengaduan bagi para peminjam uang dari aplikasi financial technology (fintech) peer to peer lending atau pinjaman online yang merasa dirugikan. Pengacara publik LBH Jakarta, Jeanny Silvia Sari Sirait mengatakan laporan aduan kepada lembaganya terus bertambah sejak membuka pos pengaduan bagi para peminjam uang dari pinjaman online tersebut.
Dia mengatakan sejak dibuka pada Ahad, 4 November 2018 laporan yang diterima lembaganya hingga pukul 12.00 WIB hari ini, Rabu 7 November 2018 mencapai 300 aduan. “Tapi kami belum mengelompokannya lagi, karena itu kemungkinan laporannya bisa double-double,” kata Jeanny ketika dihubungi Tempo, Rabu, 7 November 2018.
Melansir akun Instagram LBH Jakarta, lembaga ini telah menerima laporan dari 283 korban pelanggaran hukum dan HAM dari fintech nakal tersebut sejak Mei 2018. Adapun dari laporan-laporan awal yang diterima oleh LBH Jakarta dari para korban tersebut, ada 8 jenis pelanggaran yang sering dilakukan oleh pinjaman online tersebut.
Berikut kedelapan pelanggaran yang menjadi temuan awal LBH Jakarta tersebut
1. Penagihan dengan berbagai cara mempermalukan, memaki, mengancam, memfitnah, bahkan dalam bentuk pelecehan seksual;
2. Penagihan dilakukan kepada seluruh nomor kontak yang ada di ponsel konsumen/peminjam (ke atasan kerja, mertua, teman SD, dan lain-lain);
3. Bunga pinjaman yang sangat tinggi dan tidak terbatas;
4. Pengambilan data pribadi (kontak, sms, panggilan, kartu memori, dan lain-lain) di telepon seluler (ponsel) konsumen/peminjam;
5. Penagihan baik belum waktunya dan tanpa kenal waktu;
6. Nomor pengaduan pihak penyelenggara pinjaman online yang tidak selalu tersedia;
7. Alamat kantor perusahaan penyelenggara pinjaman online yang tidak jelas;
8. Aplikasi pinjaman online yang berganti nama tanpa pemberitahuan kepada konsumen/peminjam selama berhari-hari namun bunga pinjaman selama proses perubahan nama tersebut terus berjalan.
Baca Juga : Lucas Didakwa Merintangi Kasus Hukum Eks Bos Lippo Group