Cnnindonesia.com – Mantan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Rizal Ramli membawa hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) ketika melaporkan dugaan korupsi di kebijakan impor pangan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Selasa (23/10).
Rizal meminta KPK segera menyisir potensi kerugian negara dari kebijakan impor yang telah dilakukan pemerintah.
Ditemani sejumlah pengacara, ia membawa laporan audit BPK dan sejumlah materi lainnya seperti artikel pemberitaan sejumlah media massa sebagai bukti yang dia lampirkan. Dalam laporan tersebut, Rizal ditemui oleh komisioner KPK Basaria Panjaitan.
“Jadi kami tadi menemui Ibu Basaria Panjaitan sebagai komisioner yang ditemani oleh Direktur Litbang KPK dan Direktur Penindakan KPK dan beberapa staf yang lain. Kami laporkan adanya dugaan tindak pidana korupsi di dalam impor pangan,” tutur Rizal di Gedung KPK, Selasa (23/10).
Rizal menduga ada malpraktik impor dari ukuran impor bahan pangan yang kerap dilebihkan jauh dari kebutuhannya. Ia mencontohkan dari impor garam yang dilebihkan 1,5 juta ton, beras 1 juta ton, dan gula 1,2 juta ton.
Ia mewajarkan kalau ada impor untuk bahan pangan yang mengalami kelangkaan. Namun dalam kasus ini, Rizal menganggapnya sebagai impor artifisial.
“Rekayasa kelangkaan sehingga ada alasan untuk impor lebih banyak lagi yang merugikan petani dan konsumen,” ujarnya.
Kepada pihak KPK, Rizal meminta komisi antirasuah menyelidiki dua kemungkinan pelanggaran yakni kerugian keuangan negara jika impor itu dibuat oleh lembaga negara dan kerugian ekonomi negara terkait potensi uang yang mengalir ke luar negeri untuk kebijakan impor.
Pihak Rizal memperkirakan setidaknya ada Rp24 triliun uang yang harusnya bisa digunakan untuk membeli produk petani lokal namun justru mengalir ke petani negara lain.
Effendy, salah satu pengacara Rizal Ramli, mengatakan pihaknya sudah membawa salah satu hasil audit BPK sejak 2015 hingga semester I 2017. Kendati demikian Effendy maupun Rizal enggan menyebut nama atau pihak yang harus bertanggung jawab atas dugaan korupsi dalam kebijakan impor tersebut.
“Yang dilaporkan itu nanti tugas KPK untuk menelusuri, dari kementerian mana nanti tugas KPK, kami sudah bicara,” kata Effendy.