Republika.co.id – Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi Mohamad Nasir mengatakan penutupan 103 perguruan tinggi dilakukan karena salah satunya ketiadaan mahasiswa yang aktif belajar di kampus tersebut dalam rentang dua sampai tiga tahun.
“103 (kampus) sudah kami cabut izinnya karena permintaan dari yayasannya. Sudah dua tahun tidak ada mahasiswanya daripada menjadi beban, mereka (pemilik yayasan) meminta agar ditutup saja,” kata Menteri Nasir pada Rakernas Asosiasi Badan Penyelenggara Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (BP-PTSI) di Universitas Yarsi, Jakarta, Kamis (25/2).
Nasir mengatakan dari 243 perguruan tinggi yang bermasalah atau tidak memenuhi parameter kampus ‘sehat’, ada 104 perguruan tinggi yang diaktifkan kembali dengan dilakukan pembinaan, sedangkan 103 perguruan tinggi telah dicabut izinnya karena beberapa alasan.
Selain permintaan untuk ditutup, beberapa universitas lainnya melakukan merger atau penggabungan perusahaan dengan universitas yang lain dengan kepemilikan yang sama. Konflik internal juga dialami pada sembilan perguruan tinggi di beberapa daerah, seperti di Kupang, Sumatera Utara dan Lampung yang mengakibatkan kampus ditutup.
Senada dengan itu, Ketua Umum Asosiasi BP PTSI Thomas Suyatno mengatakan penutupan ratusan kampus adalah normal jika perguruan tinggi tersebut dinyatakan ‘sakit’ atau tidak bisa memenuhi persyaratan kampus layak.
“Normal kalau ditutup, (kampus) yang ditutup karena tujuh parameternya tidak dipenuhi. ‘Penyakitnya’ itu bermacam-macam, yakni ada konflik internal dan eksternal; pengesahan yayasan oleh Kemenkumham dan kelas jarak jauh tanpa izin.
(Kongres Advokat Indonesia)