JawaPos.com – Syahri Mulyo meneteskan air mata usai dilantik sebagai bupati Tulungagung oleh Gubernur Jawa Timur Soekarwo. Pelantikan yang berlangsung ruang tunggu Sasana Bhakti Praja Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) itu, tahanan KPK itu lebih banyak tertunduk kemarin (25/9).
Selain menunduk, Syahri Mulyo pun merespons permintaan wartawan untuk berfoto berdua dengan Maryoto Birowo, wakilnya.
Lewat isyarat kedua tangan mengatup di depan wajah tanda permohonan maaf, bupati terpilih Tulungagung itu kembali ke ruang tunggu Sasana Bhakti Praja Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) sembari tertunduk. Selanjutnya, dia kembali ke tahanan KPK dengan didampingi sejumlah penyidik.
Politikus PDIP tersebut menjadi bupati aktif hanya dalam hitungan detik. Begitu dokumen pelantikan selesai ditandatangani, protokoler langsung menyiapkan dokumen penugasan Maryoto sebagai pelaksana tugas (Plt) bupati Tulungagung. Gubernur Jatim Soekarwo yang melantik keduanya pula yang membacakan surat penugasan itu.
Sebagai bupati pilihan masyarakat Tulungagung, Syahri memang tetap dilantik. Namun, dia juga merupakan tahanan KPK sebagai buntut operasi tangkap tangan (OTT) kasus korupsi sejumlah proyek di Tulungagung pada 6 Juni lalu. Syahri yang juga ditetapkan sebagai tersangka menyerahkan diri tiga hari setelahnya.
Sebelum Syahri, pada 24 Agustus 2017 Bupati (terpilih) Buton Samsu Umar Abdul Samiun juga “dipinjam” sesaat dari tahanan untuk dilantik di Kemendagri. Samsu adalah terdakwa kasus suap kepada Ketua (kini mantan) Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar. Suap itu terkait dengan sengketa perselisihan hasil pilkada Buton pada 2011. Akil sendiri terjaring OTT KPK pada 2013.
“Sebagaimana ketentuan undang-undang, kepala atau wakil kepala daerah yang mempunyai masalah hukum, walaupun ditahan tapi belum memiliki kekuatan hukum tetap, ya tetap dilantik,” terang Mendagri Tjahjo Kumolo seusai pelantikan. Agar pemerintahan tidak kosong, wakil bupati ditunjuk sebagai Plt untuk melaksanakan tugas dan wewenang kepala daerah.
Status Plt tersebut, jelas Tjahjo, berlaku hingga status hukum Syahri berkekuatan hukum tetap alias inkracht. Bila dinyatakan tidak bersalah, Syahri kembali aktif sebagai bupati. Sebaliknya, bila Syahri divonis bersalah dan menjalani pemidanaan, Maryoto akan dilantik sebagai bupati definitif. Pengganti Maryoto sebagai wakil bupati diusulkan PDIP dan Partai Nasdem untuk selanjutnya diparipurnakan di DPRD.
Sebenarnya, ungkap Tjahjo, Soekarwo sudah memohon ke KPK agar Syahri bisa dilantik di Surabaya bersama kepala daerah asal Jatim lainnya. “Karena luar kota (Jakarta), KPK tidak mengizinkan,” tambahnya.
Akhirnya diambil jalan tengah dengan pelantikan di Kemendagri. Tjahjo mengapresiasi KPK yang mengizinkan Syahri dibon dari tahanan untuk keperluan pelantikan. Dengan demikian, tidak perlu ada pelantikan di dalam rutan.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengungkapkan, penyidik mengizinkan Syahri mengikuti pelantikan setelah mendapat surat dari Gubernur Jatim Soekarwo. Permintaan itu pun disetujui. Hanya, dengan catatan, pelantikan dilaksanakan di Jakarta dan dikawal ketat petugas KPK yang dibantu keamanan rutan.
Rekomendasi tersebut diberikan dengan memperhatikan sejumlah aspek efisiensi atau biaya, efektivitas, dan keamanan. Pertimbangan itu merujuk penahanan Syahri saat ini di Rutan Polres Jakarta Timur.
Baca Juga : Bamsoet Sarankan DPP Golkar Ambil Langkah Hukum Kader Mendukung Prabowo-Sandi