JawaPos.com – Jika Partai Amanat Nasional (PAN) dengan tegas mencoret calegnya yang mantan koruptor, sikap berbeda ditunjukkan oleh Partai Golkar dan Hanura. Dua parpol tersebut memanfaatkan putusan Mahkamah Agung (MA) untuk meloloskan kandidatnya di Pemilu 2019.
“Kalau Mahkamah Konstitusi atau Mahkamah Agung berkata bahwa ini boleh, kami lakukan. Kalau berkata ini tidak boleh, tidak kami lakukan,” kata Rizal Mallarangeng, pelaksana tugas ketua DPD Partai Golkar DKI Jakarta, kemarin.
Koordinator Nasional Relawan Golkar Jokowi itu menyatakan, putusan hukum adalah produk yang harus ditaati. Apa pun putusan hukum tersebut, menurut Rizal, tentu menjadi landasan yang patut untuk dihormati siapa pun tanpa kecuali.
Diperbolehkan MA, Golkar dan Hanura Tetap Usung Mantan Koruptor “Jadi, apa pun (putusan, Red) kalau sudah diatur hukum, harus begini harus begitu, mungkin hati kita (menolak, Red) duh kok begini, kok begitu, tapi sebagai sebuah institusi, kami ikut,” ujarnya.
Pernyataan Rizal itu senada dengan yang disampaikan oleh Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto pada Sabtu (15/9). Ketika menutup pembekalan bacaleg, Airlangga menyatakan bahwa pihaknya mengacu pada putusan MA soal bacaleg eks koruptor. “Kami selalu mengikuti putusan hukum yang berlaku. Jadi, kami mengikuti dan menghormati apa yang sudah diputuskan,” tutur dia.
Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) menilai putusan MA sebagai produk hukum yang harus ditaati. Wakil Ketua Umum Partai Hanura I Gede Pasek Suardika menuturkan, bukan hanya KPU, semua pihak juga harus patuh dan melaksanakan putusan hukum. “Suka tidak suka, mau tidak mau, semua harus hormat,” ujarnya saat dihubungi via telepon
.
Menurut Pasek, Partai Hanura sejak awal memahami semangat KPU dalam menciptakan pemilu yang lebih bersih. Namun, KPU menghadapi problem yuridis karena kekuatan aturan pembatasan caleg hanya di level PKPU. “Artinya kan sulit. Kalau di level undang-undang tentu tidak masalah,” kata anggota DPD asal Bali itu.
Menurut Pasek, pasca putusan MA, sejatinya ada seleksi lain. Rakyat nanti menjadi penentu. Dalam hal ini, Pasek meminta KPU memikirkan ulang ide yang berencana memberi tanda khusus pada caleg berlatar belakang mantan koruptor.
“Prinsipnya, semua caleg harus diperlakukan setara. Nah, (diberi tanda, Red) itu diskriminatif. Bisa jadi positif, bisa jadi kebalikan. Itu malah menarik orang melihat dan fokus (memilih) di situ,” tuturnya.
Baca Juga : Sel Mewah Setnov di Sukamiskin, Yasonna Didesak Mundur