Merdeka.com – Sepanjang beberapa bulan terakhir Mesir telah mengeluarkan putusan terhadap lebih dari 700 orang yang disebut punya kaitan dengan Ikhwanul Muslimin dan terlibat dalam demonstrasi pro-Presiden Muhammad Mursi usai penggulingannya pada 2013 –menurut laporan sejumlah media asing yang mengutip sumber-sumber pengadilan setempat.
Seperti dikutip dari BBC (9/9), dari 700 orang tersebut, 75 orang di antaranya menerima vonis hukuman mati, 47 orang diputus penjara seumur hidup, dan ratusan lainnya divonis penjara sekian tahun –sebuah sumber pengadilan mengonfirmasi kabar tersebut. Mereka yang tervonis termasuk para pemimpin Ikhwanul Muslimin di Mesir.
Mereka yang dijatuhi hukuman di pengadilan massal dituduh melakukan pelanggaran terkait keamanan termasuk hasutan terhadap kekerasan, pembunuhan dan pengorganisasian protes ilegal –dalam demonstrasi Mesir 2013.
Putusan vonis hukuman mati terhadap 75 orang tersebut telah dijatuhkan secara bertahap sejak bulan Juli 2018, hingga komplet pada Sabtu 8 September kemarin.
Salah satu orang yang diadili dalam perkara itu adalah pemimpin kerohanian Ikhwanul Muslimin, Mohamed Badie. Ia dijatuhi hukuman seumur hidup, kata sumber pengadilan.
Mereka yang dihukum mati dengan cara digantung termasuk para pemimpin Ikhwanul Muslimin: Essam al-Erian dan Mohamed Beltagi dan juru dakwah terkenal Safwat Higazi, menurut sumber-sumber.
Jurnalis foto pemenang penghargaan, Mahmoud Abu Zeid, yang lebih dikenal sebagai Shawkan, menerima hukuman lima tahun penjara. Ia ditahan saat mengambil gambar demonstrasi Mesir 2013. Dia diperkirakan bebas dalam waktu dekat karena sudah menghabiskan lima tahun di penjara sambil menunggu vonis.
Kekerasan meletus pada protes 2013 di alun-alun Rabaa al-Adawiya di Kairo, mengakibatkan ratusan orang tewas oleh pasukan keamanan.
Sementara itu, ratusan orang ditangkap ketika tentara dan polisi Mesir membubarkan protes pro-Mohammed Morsi, yang terjadi sebulan setelah mantan presiden terpilih secara demokratis itu digulingkan oleh kepala militer dan presiden saat ini, Abdel Fatah al-Sisi.
Kelompok-kelompok hak asasi manusia telah mengkritik persidangan massal beserta ratusan vonis yang diproduksinya.
Human Rights Watch menuding bahwa pengadilan tersebut tak imparsial dan tak berimbang, serta menyebut Kairo membiarkan aksi pasukan keamanan Mesir –yang dituduh melakukan pembunuhan terhadap setidaknya 817 orang dan terindikasi melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan– tak tersentuh oleh hukum.
Awal tahun ini, parlemen Mesir diketahui memberikan kekebalan kepada petugas militer atas tindakan keras mematikan yang dilakukan antara Juli 2013 dan Januari 2016 tersebut.
Pemerintah menjustifikasi insiden itu dengan berdalih bahwa banyak pengunjuk rasa membawa senjata, dan bahwa delapan polisi tewas –meskipun awalnya mengatakan lebih dari 40 anggota dinas keamanan telah meninggal. Sejak itu Kairo mendeklarasikan Ikhwanul Muslimin sebagai “organisasi teroris”.
Kelompok hak asasi manusia Amnesty International menyebut hal itu “sangat tidak adil” dan melanggar konstitusi Mesir.
Baca Juga : Singapura Minta Opini Publik Cabut Larangan Seks Gay