Jakarta, Gatra.com – Tersangka Idrus Marham mengimbau kader Partai Golkar khususnya yang terjerat kasus hukum agar tidak mengait-ngaitkan persoalan hukumnya ke partai jika memang tidak ada kaitannya.
“Jadi misalkan, ya kalau memang enggak ada kaitan sama Golkar, ya jangan kita mengaitkan ada kaitan dengan Golkar,” kata Idrus di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Jakarta, Jumat (7/9).
Menurutnya, hal itu demi menjaga dan sebagai bentuk rasa cinta terhadap Partai Golkar. Sebaliknya, para kader dan keluarga besar Partai Golkar harus melakukan hal positif yang dapat berimbas pada citra partai.
“Ya kalau memang kita cinta kepada Golkar, kita sayang pada Golkar, ya mari kita berbuat untuk Golkar,” imbau Idrus yang menyampaikan sempat menjabat Sekjen Golkar cukup lama.
Idrus mengaku hadir di KPK menjalani pemeriksaan sebagai saksi kasus dugaan suap terkait PLTU Riau 1 yang membelit tersangka Eni Maulauni Saragih selaku Wakil Ketua Komisi VII DPR RI dan Johannes Budisutrisno Kotjo, pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited.
“Hari ini saya diperiksa sebagai saksi terhadap saudai Eni Saragih dan saudara Kotjo. Hanya melengkapi berkas yang sudah sebelumnya. Penjelasan sebelumnya. Jadi enggak banyak. Hanya satu, dua, tiga pertanyaan dan saya sudah jelaskan,” ujarnya.
Dalam kasus ini, KPK awalnya menetapkan Wakil Ketua Komisi VII DPR RI dari Fraksi Partai Golkar, Eni Maulani Saragih dan pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited, Johannes Budisutrisno Kotjo sebagai tersangka pada Sabtu (14/7/2018).
KPK menetapkan mereka setelah menemukan bukti permulaan yang cukup pascamenggelar Operasi Tangkap Tangan (OTT) di Jakarta pada Jumat (13/7/2018). Sebanyak 13 orang diamankan, termasuk Eni dan Johannes dalam OTT itu.
Adapun 11 orang lannya yang sempat ditangkap di antaranya Tahta Maharaya selaku staf dan keponakan Eni, Audrey Ratna Justianty selaku Sekretaris Johannes, M Al Khafidz selaku suami Eni, dan 8 orang terdiri dari sopir, ajudan, staf Eni, serta pegawai PT Samantaka.
Johannes Budisutrisno Kotjo tertangkap tangan menyuap Eni Maulani Saragih sejumlah Rp500 juta untuk memuluskan proses penandatanganan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau 1 2×300 Megawatt (MW). PLTU Riau 1 ini merupakan bagian dari program listrik 35.000 MW.
Pemberian uang sejumlah Rp500 juta itu merupakan pemberian keempat dari Johannes kepada Eni. Uang tersebut merupakan bagian dari komitmen fee 2,5% dari nilai proyek untuk Eni dan kawan-kawannya. Total uang yang telah diberikan setidak-tidaknya mencapai Rp4,8 miliar.
Adapun pemberian pertama yang dilakukan Johannes kepada Eni yaitu pada Desember 2017 sejumlah Rp2 miliar, Maret 2018 Rp2 miliar, dan 8 Juni 2018 sebesar Rp 300 juta.
KPK menyangka Eni Maulani Saragih selaku penerima suap melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Sedangkan terhadap Johannes Budisutrisno Kotjo selaku pemberi suap disangka melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
KPK kemudian menetapkan Idrus Marham sebagai tersangka setelah mengembangkan kasus ini karena diduga menerima hadiah atau janji sejumlah US$1,5 juta terkait dari proyek PLTU Riau 1 tersebut.
Baca Juga : Penegakan Hukum Berlapis pada Kasus Karhutla