Tempo.co – Juru Bicara Mahkamah Agung (MA) Suhadi mengatakan lembaganya tidak bisa mempercepat proses permohonan uji materi Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 20 Tahun 2018 tentang larangan mantan narapidana kasus narkoba, pelaku kejahatan seksual terhadap anak dan koruptor menjadi calon legislator.
“Tidak bisa dipercepat, kami harus menunggu sampai perkara yang menyangkut UU Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu diputus di Mahkamah Konstitusi (MK),” ujar Suhadi kepada Tempo, Rabu, 5 September 2018.
Pernyataan Suhadi menanggapi permintaan Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Wiranto agar MA mempercepat keputusannya, apakah Peraturan KPU ditolak atau dibenarkan. Menurut Suhadi proses perkara PKPU sedang diberhentikan sementara menunggu putusan UU Pemilu diuji di MK.
“Ada 12 perkara soal caleg mantan koruptor itu, satu pun belum bisa ditangani karena sudah diperintahkan oleh ketua kamar untuk dihentikan sementara sampai perkara yang menyangkut UU 7/2017 diselesaikan di MK,” ujar Suhadi.
Polemik bermula saat KPU menerbitkan peraturan Nomor 20 Tahun 2018 yang melarang mantan narapidana narkoba, pelaku kejahatan seksual terhadap anak, dan mantan koruptor menjadi calon legislator. KPU mencoret bakal calon legislator yang diajukan partai politik jika terbukti pernah terlibat salah satu dari tiga kasus itu.
Peraturan KPU itu digugat ke Mahkamah Agung. Namun sebelum perkaranya disidangkan, sebanyak 12 Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) daerah menyatakan 14 mantan koruptor lolos jadi calon legislator.
Bawaslu meminta KPU melaksanakan putusan tersebut. Menurut Bawaslu, melarang mantan narapidana ikut pemilihan umum sama dengan melanggar hak mereka. Dalam Pasal 28 huruf J UUD 1945 disebutkan setiap warga negara memiliki kesempatan untuk maju dalam pemilu.
Wiranto menilai tak ada yang salah dalam polemik itu. KPU di satu sisi ingin memberantas korupsi, sedangkan Bawaslu dinilai bertindak berdasarkan hukum yang berlaku. Untuk itu, dia menyerahkan keputusan kepada MA. KPU dan Bawaslu pun sepakat menunggu hasil persidangan. Keputusan itu diambil saat kedua lembaga itu rapat koordinasi bersama serta Dewan Kehormatan Penyelenggaraan Pemilu (DPKP).