Tempo.co – Pengacara bekas Wakil Ketua Komisi Energi Eni Maulani Saragih atau Eni Saragih, Fadli Nasution, mengatakan bahwa ada dana suap proyek PLTU Riau-I yang digunakan untuk membiayai musyawaran nasional luar biasa atau Munaslub Golkar pada Desember 2017 sebesar Rp 2 miliar.
“Dana Rp 2 miliar itu merupakan bantuan dari saudara Kotjo (pengusaha Johannes Budisutrisno Kotjo) kepada Eni,” kata Fadli melalui pesan singkat pada Ahad, 26 Agustus 2018.
Munaslub Golkar itu untuk menentukan Ketua Umum Golkar yang baru setelah Setya Novanto terjerat kasus korupsi proyek e-KTP. Dalam Munaslub itu, Airlangga Hartarto ditetapkan sebagai ketua umum yang baru.
Dalam kasus suap PLTU Riau-1, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan tiga tersangka yakni mantan Menteri Sosial Idrus Marham, pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited Johannes B. Kotjo, dan Eni Saragih.
Perusahaan tersebut merupakan salah satu perusahaan konsorsium yang akan mengerjakan proyek PLTU Riau-1. Adapun Eni dan Idrus Marham diketahui sebagai politikus Partai Golkar.
KPK menduga Eni Saragih menerima suap total Rp 4,8 miliar dari Johannes untuk memuluskan proses penandatanganan pembangkit listrik di Riau itu. Sedangkan Idrus Marham diduga menggunakan pengaruhnya dalam proses proyek tersebut. Pemberian uang disinyalir untuk mempermudah penandatanganan kontrak kerja sama yang akan berlangsung setelah Blackgold menerima letter of intent (LOI) pada Januari lalu.
Kasus ini terungkap setelah KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap 13 orang pada 13 Juli 2018 lalu di beberapa tempat di Jakarta. Salah satunya adalah ketika Eni Saragih yang ditangkap di rumah dinas Idrus Marham.
Dalam OTT tersebut KPK menyita Rp 500 juta dalam pecahan Rp 100 ribu dan tanda terima uang. KPK menduga uang Rp 500 juta adalah bagian dari imbalan komitmen sebanyak 2,5 persen dari total nilai proyek.
KPK pun telah memeriksa 28 saksi dalam kasus ini. Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan mengatakan, dalam pemeriksaan tersebut, beberapa saksi berasal dari unsur pejabat Perusahaan Listrik Negara (PLN) seperti Direktur Utama PLN Sofyan Basir serta petinggi PLB Batu Bara serta anak perusahaan PLN, yaitu PT Pembangkit Jawa Bali. KPK juga memeriksa sejumlah orang dari konsorsium yang terlibat dalam proyek PLTU Riau-1, serta sejumlah pihak swasta.