Beritasatu.com – Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti Abdul Hadjar Fickar menilai Presiden dan DPR seharusnya membatalkan Revisi UU KPK karena makin meluasnya penolakan rakyat atas rencana itu.
Abdul menegaskan penolakan masyarakat bukan karena mereka tidak paham konteks revisi, namun sebaliknya mereka justru sangat mengerti substanti dari revisi tersebut yaitu: memperlemah KPK.
“UU KPK pada saat ini adalah cerminan aspirasi rakyat, sehingga segala upaya revisi oleh DPR RI dan presiden mendapat penolakan dan resistensi dari berbgai kalangan masyarakat. Karena itu, seharusnya bukan penundaan yang diputuskan Presiden melainkan pembatalan,” ujar Abdul di Jakarta, Senin (22/2).
Meskipun demikian, Abdul tetap mengapresiasi sikap Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang responsif terhadap aspirasi masyarakat yang menolak revisi UU KPK.
Namun, dia menilai alasan kesepakatan Presiden dan DPR untuk menunda revisi UU KPK patut dipertanyakan dan dicurigai. Alasan penundaan revisi UU KPK karena menilai banyak unsur masyarakat yang tidak paham dengan substansi revisi.
“Adalah keliru memposisikan masyarakat seolah-olah belum paham dan belum mengerti substansi usul revisi UU KPK karena secara kasat mata jelas baik dari sudut motif maupun arah isi revisi itu dilatarbelakangi oleh keinginan melemahkan,” ungkap Abdul.
Lebih lanjut, dia mengatakan masyarakat sipil, akademisi, para tokoh agama hendaknya bersiap-siap selalu untuk memberikan pemahaman kepada Presiden bahwa pada saat ini apapun bentuknya niat untuk revisi itu pelemahan.
“Padahal, KPK pada saat ini sudah kuat dan tidak perlu penguatan lagi, yang harus diberikan kepada KPK adalah iklim penegakan hukum yang bebas intervensi dari kekuasaan apapun,” pungkas Abdul.
(Kongres Advokat Indonesia)