JAKARTA, OKEZONE.COM – Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Situmorang memastikan bahwa jajarannya akan menelusuri adanya “Cita Rasa Pencucian Uang” dalam kasus korupsi e-KTP dengan terdakwa Setya Novanto (Setnov).
Saut bahkan menegaskan, wajib hukumnya, untuk lembaga antirasuah mendalami adanya praktik pencucian uang yang dilakukan oleh mantan Ketua DPR RI itu, dalam perkara korupsi yang membuat negara merugi Rp2,3 triliun tersebut.
“Wajib hukumnya (telusuri “Cita Rasa Pencucian Uang”),” kata Saut saat dikonfirmasi Okezone, Jakarta, Jumat (30/3/2018).
“Cita Rasa Pencucian Uang” itu sendiri sebelumnya diungkapkan oleh Jaksa Penuntut KPK saat membacakan tuntutan mantan Ketua DPR RI itu. Indikasi itu menyeruak lantaran metode pengaliran uangnya melintasi beberapa negara.
Dalam sidang tuntutan Setnov, Jaksa Penuntut KPK menyatakan bahwa Setnov mengalirkan uang dari proyek e-KTP hingga keenam negara yakni Indonesia, Amerika Serikat, Mauritius, India, Singapura dan Hongkong. Hal itu digunakan Setnov agar tidak mudah terdeteksi oleh aparat penegak hukum.
Setelah mendengar adanya fakta persidangan tersebut, Saut menyatakan, pihaknya akan mendalami aliran uang mantan Ketua Umum Partai Golkar yang mengalir ke sejumlah negara itu.
“Harus didalami (aliran uang ke enam negara),” ucap Saut.
Setnov dituntut dengan pidana penjara selama 16 tahun dengan denda sebesar Rp1 miliar subsidair enam bulan kurungan. Jaksa juga memberikan pidana tambahan berupa kewajiban untuk membayar uang pengganti sebesar USD7.435 Juta, dikurangi Rp5 miliar yang telah dikembalikan ke KPK.
Jika tidak mampu membayarnya, maka harta benda Setnov akan disita dan dilelang untuk bayar uang pengganti. Dan apabila tidak mencukupi harta bendanya maka akan diganti pidana selama 3 tahun.
Jaksa juga menolak permohonan Justice Collaborator (JC) yang diajukan oleh Setnov. Tak cukup disitu, Jaksa juga meminta kepada Majelis Hakim untuk mencabut hak politik setelah menjalani masa pidana.
Atas perbuatannya, Setya Novanto dituntut melanggar Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Baca Juga : Faktor Keamanan Jadi Pertimbangan Ahok Tetap di Mako Brimob