JAKARTA, KOMPAS.com – Anggota Badan Pengawas Pemilu ( Bawaslu) Fritz Edward Siregar menyebut pernyataan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto soal penundaan penetapan tersangka calon kepala daerah tak mewakili institusinya.
Saat itu, Bawaslu memang diajak dalam rapat di Kemenko Polhukam. Adapun salah satu agenda rapat adalah membahas soal banyaknya penangkapan terhadap peserta Pilkada Serentak 2018. “Tapi kami tidak ada pengambilan keputusan. Sifatnya hanya reporting ke Wiranto,” ujar Fritz dalam diskusi “Polemik” Sindo Trijaya di Jakarta, Sabtu (17/3/2018).
Fritz mengatakan, Bawaslu maupun Komisi Pemilihan Umum tidak pernah meminta adanya penundaan proses hukum tersebut. Jadi, Fritz mengaku terkejut saat Wiranto menyatakan hal tersebut dalam konferensi pers.
“Saya dengan KPU saling berpandangan saat Menko Polhukam bilang demikian. Karena kami tidak meminta adanya penundaan,” kata Fritz.
Fritz menduga Wiranto memiliki alasan lain sehingga melontarkan pernyataan seperti itu. Namun, ia menegaskan bahwa permintaan penundaan itu dilakukan tanpa meminta persetujuan Bawaslu. Sebelumnya, pemerintah menyikapi pernyataan Komisi Pemberantasan Korupsi yang menyatakan ada beberapa calon peserta pilkada yang hampir menjadi tersangka.
Hal itu dibahas dalam rapat koordinasi khusus (rakorsus) Pilkada 2018. Wiranto meminta KPK menunda sementara penegakan hukum terhadap calon kepala daerah. “Kalau sudah ditetapkan sebagai pasangan calon menghadapi pilkada serentak, kami dari penyelengara minta ditunda dululah, ya. Ditunda dulu penyelidikan, penyidikannya, dan pengajuannya dia sebagai saksi atau tersangka,” ujar Wiranto.
Menurut pemerintah, penetapan pasangan calon kepala daerah sebagai tersangka justru akan berpengaruh kepada pelaksanaan pilkada. Hal itu juga bisa dinilai masuk ke ranah politik. Wiranto menuturkan, pasangan calon kepala daerah yang sudah terdaftar bukan lagi hanya sekadar pribadi, tetapi sudah menjadi milik partai dan milik masyarakat sebagai pendukungnya.
Oleh karena itu, penetapan tersangka calon kepala daerah oleh KPK dinilai akan berpengaruh pada pelaksanaan pencalonannya sebagai perwakilan dari paprol atau yang mewakili para pemilih.
Baca Juga : Hukum Pancung Tak Bisa Diterapkan untuk Kejahatan di Aceh