CNNIndonesia.com – Ketua Pengurus Pusat Muhammadiyah Hajriyanto Tohari berpendapat penggunaan kata ‘korupsi’ yang merupakan serapan Bahasa Inggris perlu diubah. Perubahan itu diperlukan terutama berkaitan dengan makna dan padanan kata yang melekat pada penamaan Komisi Pemberantasan Korupsi.
Penggunaan bahasa menurutnya merupakan bentuk pencegahan dalam segi kultural. Hajriyanto membandingkan dengan Malaysia yang menggunakan kata ‘rasuah’, serapan Bahasa Arab, sebagai definisi korupsi.
“Mungkin, kalau ada akar budayanya kayak ‘maling’, bagi saya yang orang Jawa itu jelas. Sekarang orang bilang ‘korupsi’ itu bisa waktu, bisa kebijakan. Kalau ‘maling’ itu jelas,” kata Hajriyanto dalam diskusi Tokoh Lintas Agama Melawan Korupsi di Kantor PP Muhammadiyah, Jakarta Pusat, Minggu (21/2).
Hajriyanto menilai kata ‘maling’ lebih memberikan efek jera dibandingkan dengan kata ‘koruptor’. Sehingga dia mengusulkan agar KPK berubah nama menjadi Komisi Pemberantasan Maling (KPM).
Ketua Pemuda Muhammadiyah Danhil Anzar Simanjuntak juga berpendapat serupa. Dia menilai Muhammadiyah akan setuju jika KPK berubah nama menjadi KPM. “Muhammadiyah setuju kalau direvisi mengganti nama jadi Komisi Pemberantasan Maling (KPM),” kata Danhil.
Menanggapi hal itu, Ketua KPK Agus Rahardjo setuju jika revisi terhadap UU KPK adalah mengubah kata korupsi diubah menjadi maling di masa mendatang. Hal itu termasuk perubahan nama lembaga antirasuah tersebut. “Mungkin saja KPK dalam jangka waktu tertentu diganti menjadi Komisi Pemberantasan Maling (KPM),” kata Agus.
Hajriyanto menyatakan Muhamadiyah tegas menolak revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Namun, Hajriyanto menyatakan pihaknya melihat persoalan revisi UU KPK tidak perlu diperumit. Pasalnya, kata dia, pembahasan revisi UU KPK di DPR merupakan persetujuan antara parlemen dengan pemerintah. Sehingga, jika salah satu pihak menolak melanjutkan, maka pembahasan tak akan berlanjut.
“Ini siapa yang jadi kambing hitam dari mana revisi UU ini berasal. Kalau salah satu pihak tidak menyatakan setuju, maka selesai,” kata Hajriyanto.
Tokoh lintas agama sepakat menolak revisi UU KPK. Sikap itu ditujukan dalam diskusi Tokoh Lintas Agama, Misi Kerukunan Agama untuk Melawan Korupsi di Kantor PP Muhammadiyah, Jakarta Pusat.
Tokoh lintas agama yang menyuarakan penolakan di antaranya Majelis Ulama Indonesia, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, Pengurus Pusat Muhammadiyah, Parisada Hindu Dharma Indonesia, Koalisi Waligereja Indonesia, Majelis Agama Konghucu Indonesia dan Pemuda Muhammadiyah.
(Kongres Advokat Indonesia)