Payung Hukum Ojek Online Masih Jadi Pekerjaan Rumah bagi Pemerintah
Payung Hukum Ojek Online Masih Jadi Pekerjaan Rumah bagi Pemerintah

Payung Hukum Ojek Online Masih Jadi Pekerjaan Rumah bagi Pemerintah

tirto.id – Payung hukum untuk jasa angkutan ojek online masih jadi pekerjaan rumah bagi pemerintah. Hal ini mengemuka usai muncul aturan hukum taksi online yang akan diberlakukan per 1 Februari melalui Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) No.108/2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang Dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek.

Ketua Dewan Transportasi Kota Jakarta Iskandar Abubakar mengatakan persoalan di lapangan sebetulnya lebih banyak datang dari keberadaan ojek online. Jumlahnya berkembang amat pesat, dari yang sebelumnya minoritas dibanding ojek pangkalan, hingga kini berbalik menjadi mayoritas.

Di Jakarta saja, katanya, jumlah ojek online dari satu aplikasi GO-JEK sudah 500 ribu. Transaksi per harinya mencapai Rp2,5 juta. Jumlah ini telah mengalahkan kereta api Jabodetabek yang transaksi per harinya hanya Rp1,1 juta.

“Ini PR berat. Apa yang harus dilakukan?” ujar Iskandar di Jakarta, Jumat (26/1/2018).

Menurut Iskandar payung hukum perlu jadi pertimbangan penting sebab, pertama, pelanggaran lalu lintas terjadi kecenderungan datang dari pengguna motor. Kedua, ojek online memiliki kebiasaan mangkal dimana-mana, yang bisa menambah kesemrawutan jalan.

Ketiga, kendaraan roda dua dianggap paling labil sebagai pengguna lalu lintas sehingga memiliki potensi kecelakaan dengan tingkat keparahan tinggi. Terakhir, dengan melihat resiko-resiko tersebut, Iskandar berpendapat jalan keluarnya adalah penghapusan ojek online. Tapi hal tersebut akan sangat sulit direalisasikan.

Iskandar menyatakan kesulitaan itu dihadapkan pada fakta bahwa ojek online punya dampak luar biasa terhadap ekonomi masyarakat. Di Jakarta, contohnya, dengan penduduk sekitar 10 juta, 5 persen di antaranya adalah pengendara ojek online.

Kepala Subdirektorat Angkutan Orang Kementerian Perhubungan, Syafrin Liputo, mengatakan pemerintah memang harus hati-hati dalam menetapkan kendaraan roda dua sebagai angkutan umum. Dalam undang-undang, roda dua dikategorikan sebagai kendaraan perorangan, sehingga tidak bisa dikenai peraturan sebagai angkutan umum.

Tidak bisa pula dikeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) maupun Peraturan Menteri (PM) untuk mengubahnya. “Tapi kalau dipaksa dari sisi sosiologisnya jadi angkutan umum, kita paham bahwa pengendara sepeda motor lebih banyak tidak disiplinnya daripada disiplinnya,” ungkap Syafrin.

Syafrin mencontohkan di Jalan Merdeka Barat telah disediakan lajur khusus sepeda motor, tapi pada praktiknya para pengendara motor tidak menggunakan lajur tersebut alias tetap menggunakan lajur tengah.

“Kalau perlakuan pengendara terhadap aturan seperti itu, di mana sikap pemerintah terhadap perlindungan konsumen?” ujarnya.

Sependapat dengan Iskandar, pada akhirnya Syafrin mengatakan bahwa yang perlu dilakukan pemerintah untuk menyelesaikan persoalan terkait keberadaan ojek online adalah dengan mendorong pembangunan sistem angkutan umum lebih baik ke depannya.

Baca JUga : UU SPPA Cegah Anak Berhadapan dengan Hukum

Silahkan tinggalkan komentar tapi jangan gunakan kata-kata kasar. Kita bebas berpendapat dan tetap gunakan etika sopan santun.

TERPOPULER

TERFAVORIT

Dikukuhkan Jadi Ketua Dewan Pembina KAI, Bamsoet : Pekerjaan Rumah Kita Banyak untuk Sektor Penegakan Hukum
September 27, 2024
Lantik Pengurus, Ketua Presidium DPP KAI: Kita Wujudkan AdvoKAI yang Cadas, Cerdas, Berkelas
September 27, 2024
Dihadiri Ketua Dewan Pembina Sekaligus Ketua MPR RI, Pengurus DPP KAI 2024-2029 Resmi Dikukuhkan
September 27, 2024
Audiensi Presidium DPP KAI – Menkum HAM RI: Kita Mitra Kerja!
September 7, 2024
Diangkat Kembali Ketua Dewan Pembina Kongres Advokat Indonesia (KAI), Ketua MPR RI Bamsoet Dukung Pembentukan Dewan Advokat Nasional
July 25, 2024