DETIK.COM, Jakarta – Pelaksanaan eksekusi terpidana mati tidak akan menjadi prioritas bagi Kejaksaan Agung (Kejagung) tahun ini. Padahal, tahun lalu, tak ada satu pun eksekusi terpidana mati yang dilakukan.
“Nanti saja, kita masih banyak dipikirin yang lain ya,” kata Jaksa Agung M Prasetyo, di Kejagung, Jalan Sultan Hasanuddin, Jakarta Selatan, Jumat (19/1/2018).
Prasetyo mengatakan ada hal lain yang diprioritaskannya. Namun, Prasetyo tak menyebut apa yang menjadi prioritas bagi Kejagung.
“Masih banyak hal lain yang diprioritaskan, ada yang lebih penting,” imbuhnya.
Sebelumnya diberitakan hingga semester pertama 2017, Prasetyo menyatakan sudah memiliki 153 nama terpidana mati yang belum dieksekusi. Prasetyo mengatakan ada beberapa aturan yang menjadi kendala eksekusi mati.
Untuk mempercepat eksekusi mati, Kejagung meminta kepastian hukum ke MA dengan mengirimkan surat permintaan fatwa terkait putusan MK soal pembatasan permohonan grasi. Namun Prasetyo mengaku belum mendapat fatwa tersebut hingga kini dari MK dan MA.
Seperti diketahui, Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan permohonan grasi tidak dibatasi oleh waktu. Namun demikian, grasi tidak bisa menunda pelaksanaan eksekusi mati.
Putusan itu diketok atas permohonan pembunuh bos Asaba, Suud Rusli, yang menggugat UU Grasi. Sebelum putusan MK diketok, grasi maksimal diajukan 1 tahun sejak putusan berkekuatan hukum tetap.
“Mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya atas Pasal 7 ayat (2) UU tentang Grasi tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” ucap ketua majelis hakim Arif Hidayat dalam sidang di gedung MK, Rabu (15/6/2016).
Pasal 7 ayat 2 berbunyi:
Permohonan grasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan paling lama dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sejak putusan memperoleh kekuatan hukum tetap.
“Namun demikian, untuk mencegah digunakannya hak mengajukan grasi oleh terpidana atau keluarganya, khususnya terpidana mati, untuk menunda eksekusi atau pelaksanaan putusan, seharusnya jaksa sebagai eksekutor tidak harus terikat pada tidak adanya jangka waktu tersebut apabila nyata-nyata terpidana atau keluarganya tidak menggunakan hak atau kesempatan untuk mengajukan permohonan grasi, atau setelah jaksa selaku eksekutor demi kepentingan kemanusiaan telah menanyakan kepada terpidana apakah terpidana atau keluarganya akan menggunakan haknya mengajukan permohonan grasi,” ucap majelis hakim.
Menurut MK, tindakan demikian secara doktriner tetap dibenarkan meskipun ketentuan demikian tidak diatur secara eksplisit dalam UU Grasi.
“Sehingga demi kepastian hukum tidak ada larangan bagi jaksa selaku eksekutor untuk menanyakan kepada terpidana atau keluarganya perihal akan digunakan atau tidaknya hak untuk mengajukan grasi tersebut,” putus majelis dengan suara bulat.
Baca Juga : KPK Terima 1.100 LHKPN Bakal Calon Kepala Daerah