Kanalsembilan.com – Ratusan advokat yang tergabung dalam Federasi Advokat Indonesia, menyayangkan penangkapan advokat Fredrich Yunadi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), sebab tindakan KPK itu dinilai arogan dan tidak mengindahkan kode etik profesi advokat.
Para advokat itu berasal dari berbagai organisasi advokat, KAI, Peradi, Ikadin, Peradin, IPHI dan lainnya. Mereka berkumpul di Surabaya, Sabtu (13/1) untuk menandatangani petisi menuntut KPK menghargai profesi advokat. Petisi ini akan dilayangkan ke lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif, serta lembaga penegak hukum lain.
Sekadar tahu, pada Jumat (12/1) tim penyidik KPK menangkap advokat Fredrich Yunadi di Kawasan Jakarta Selatan, Fredrich dianggap menghalangi penyidikan dalam kasus e-KTP.
Penggagas petisi, Advokat Rizal Haliman SH MH CIL mengatakan, penangkapan advokat Fredrich sangat salah(arogan), seharusnya jika ada advokat itu dinilai melanggar hukum, harus lebih dulu diselesaikan lewat keputusan dewan etik advokat, sebab profesi advokat dilindungi oleh Undang-Undang (UU) No 18 tahun 2003, terutama dalam ketentuan pasal 1 angka 3, pasal 14, pasal 15, pasal 16 dan pasal 19 UU advokat, juga pasal 26 tentang kode etiknya.
“Tentunya proses etika harus lampaui hak itu dulu (sidang etik, red) karena operasional advokat dilindungi UU,” ujarnya.
Rizal menjelaskan, dalam kasus ini, sebelum ditangkap KPK, Fredrich ditetapkan sebagai tersangka, dikeluarkan surat cekal dan kantornya digeledah dan diacak-acak, kemudian dokumen klien disita dan dijadwalkan pemeriksaannya pada Jumat keramat. Meski dalam pemeriksaan yang hadir saat itu kuasa hukumnya, namun permintaan untuk penundaan waktu supaya Fredrich disidangkan lebih dahulu di dewan kehormatan advokat sebelum diperiksa KPK tidak digubris sama sekali, padahal KPK menyatakan Fredrich melanggar kode etik profesi.
“Tindakan penangkap inikan sudah menginjak harkat dan martabat serta kehormatan profesi advokat yg di lindungi konstitusi UUD 1945, dan advokat punya UU sendiri, tapi semua itu diabaikan,” ucapnya.
KPK, lanjut Rizal memang harus mematuhi UU Tipikor tapi di satu sisi, harus melihat ketentuan UU lainnya juga, termasuk UU advokat. Dan menjalankan fungsi kelembagaan berdasarkan AUPB, jadi harus dilihat Ada koridor hukum yang tidak bisa dilalui begitu saja.
Rizal bersama advokat lainnya juga mempertanyakan pasal menghalangi penyidikan yang disangkakan pada Fredrich, pasal itu sangat multi tafsir, sebab semua advokat itu jelas menghalang-halangi, tapi dalam artian membela keadilan bagi kliennya, baik di kasus pembunuhan, perjudian atau kasus apapun. “Apakah semua (tindakan menghalangi, red) dianggap menghalangi masyarakat pencari keadilan, tidak kan,” tegas Rizal.
Rizal menghawatirkan, dengan kejadian ini, nantinya profesi advokat akan digilas, sebab tindakan KPK ini dianggap menakutkan, siapapun yang menghalangi KPK meskipun itu untuk kepentingan kliennya akan dikenakan pasal tersebut. “Ini sama dengan intimidasi dan memberangus hak-hak advokat, agar advokat takut dan tidak bisa lagi berfungsi membela masyarakat pencari keadilan. Dan ternyata terlihat apa yang dinyatakan DPR beberapa waktu yang lalu tentang kerja KPK tidak benar di luar AUPB yang di gariskan ini jadi nyata,” kata Rizal.
Federasi Advokat Indonesia pun mendesak pemerintah menghapus pasal 21 UU Tipikor, sebab dianggap mengganggu operasional kinerja advokat. Apalagi pasal ini sifatnya delik umum yang dianggap sangat menakutkan. Para advokat ini juga meminta dilakukan perubahan atas UU Advokat dan peraturan pelaksananya.
Federasi advokat Indonesia juga meminta pemerintah membentuk komisi perlindungan hukum advokat dan kode etiknya, advokat memang berhak mandiri namun harus melekat dalam komponen struktur ketatanegaraan dalam bentuk komisi perlindungan hukum advokat dan kode etiknya.
Para advokat juga berharap empat pilar penegak hukum termasuk advokat harus ada persamaan di hadapan hukum, sehingga tidak seenaknya sendiri penegak hukum yang satu dengan lainnya saling melanggar.