REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kabiro Humas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah mengatakan, sampai saat ini KPK masih dalam proses pertimbangan ihwal pengajuan Justice Collabolator (JC) terdakwa kasus korupsi proyek pengadaan KTP-elektronik (KTP-el) Setya Novanto. Justice collaborator adalah status untuk terdakwa yang ingin bekerja sama dengan KPK dalam mengungkap kasus korupsi yang melibatkannya.
“Masih dalam proses pertimbangan karena mengabulkan atau tidak posisi JC, tidak bisa dilakukan secara cepat. Butuh pertimbangan yang cukup panjang,” kata Febri saat dikonfirmasi, Ahad (14/1).
KPK, sambung Febri, juga akan melihat konsistensi Novanto selama di persidangan apakah cukup kooperatif dan mengakui perbuatannya. Karena, jika masih berbelit-belit dan tidak mengakui perbuatan tentu saja itu akan menjadi faktor tidak dikabulkannya JC.
“Karena itu kami butuh waktu. Kita lihat perkembangan proses penyidikan dan proses persidangan yang sedang berjalan ini sampai dengan tahap akhir nanti,” tutur Febri.
Terkait sikap kurang kooperatif Novanto pada awal-awal penetapan tersangka hingga persidangan pembacaan dakwaan, menurut Febri belum bisa dijadikan acuan. Lantaran pengajuan JC baru dilakukan pihak Novanto saat dimulainya sidang dengan agenda pemeriksaan saksi.
“Pengajuan JC kan baru dilakukan beberapa hari lalu, kami butuh waktu untuk menganalisa lebih lanjut karena posisi JC akan sangat berkonsekuensi nantinya terhadap tuntutan, putusan, atau hal-hal setelah nantinya menjadi terpidana. Itu perlu kita pertimbangkan lebih lanjut. Terutama kita juga akan melihat siapa saja aktor lain yang akan dibuka oleh SN terkait e-ktp atau kasus yang lain,” terang Febri.
Sebelumnya, kuasa hukum Novanto, Firman Wijaya mengatakan, pengajuan JC kliennya adalah bukan pilihan yang mudah.
“Pilihan menjadi JC bukan pilihan mudah. Karena bisa menjadi sasaran tembak dan bulan-bulanan. Nah ini yang kami minta protection cooperating person itu penting dirumuskan secara jelas. Apa model perlindungan yang bisa diberikan kepada pak Novanto kalau beliau jadi JC. Itu yang utama,” kata Firman di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (11/1).
Baca Juga : Soal 72 Ribu Pendaftar Paspor Fiktif, Dirjen Imigrasi: Ini Sindikat