Tribunnews.com – Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo menganggap Sistem remunerasi di Indonesia tidak adil.
Kata dia, sistem tersebut mengedepankan penilaian terhadap kinerja seorang pegawai yang didanai negara, tapi tidak mempertimbangkan tanggungjawabnya.
“Gaji Presiden cuma Rp 62 juta, apa pantas (gaji) direktur BPJS Rp 300 juta?” ujar Agus dalam seminar betajuk Penguatan Peran Aparat Pengawas Interen Pemerintah (APIP) Dalam Pemberantasasn Korupsi di kantor Lembaga Administrasi Negara (LAN), Jakarta Pusat, Rabu (10/8/2016).
Namun, Agus tidak menyebut Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) mana yang ia maksud, apakah BPJS kesehatan yang dipimpin Fahmri Idris atau BPJS ketenagakerjaan dipimpin Agus Susanto.
Dalam kesempatan itu ia juga menyinggung soal gaji seorang Panglima TNI, yang jauh di bawah gaji dirketur bank pemerintah.
Namun, mantan Kepala Pusat Pengembangan Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Publik (PPKPBJ) itu tidak menyebutkan berapa nominal gaji Panglima TNI dan direktur bank pemerintah.
Agus juga mengatakan bahwa seorang abdi negara tidak perlu dibeda-bedakan asal institusinya.
Ia mencontohkan, seorang sopir berstatus Pegawai Negri Sipil (PNS), walaupun tanggungjawabnya sama, namun penghasilannya bisa berbeda bila sopir tersebut mengabdi di institusi berebeda.
“Kalau yang namanya sopir, dimanapun instansinya, sama lah,” ujar Agus.
“Itu namanya sistem kepegawaian jaman kolonial, ada pegawai kulit putih, pegawai Cina, ada inlander (red; pribumi), nggak boleh dong kayak gitu,” ujar Agus lalu disambut tepuk tangan peserta seminar.