Latar belakang sarjana hukum membuat penerapan prinsip kepatuhan hukum perusahaan semakin terjamin. Tetapi, harus bisa antisipasi konflik kepentingan.
Sebagai profesional yang banyak menangani perkara hukum perusahaan, lawyer dianggap punya nilai lebih untuk mengisi posisi komisaris independen.
Pasalnya, semua masalah perusahaan pada akhirnya bermuara pada persoalan hukum. Karenanya, seseorang yang sebelumnya telah mendalami profesi lawyer diharapkan mampu menerapkan prinsip good coporate governance secara paripurna saat dirinya ditunjuk sebagai komisaris independen.
Demikian diungkapkan oleh pengurus Forum Hukum BUMN, Lukman Nur Azis dilansir dari hukumonline, Minggu (12/11).
Lukman pun berpandangan, fenomena pengangkatan lawyer sebagai komisaris independen menjadi suatu hal yang lumrah saja. Dan menurutnya, penunjukan itu tidak terkait dengan profesi lawyer melainkan personal masing-masing.
“Sebenarnya komisaris independen itu bisa dari profesi mana saja, ekonom, lawyer, atau apapun. Tetapi, mungkin kalau lawyer yang menjadi komisaris independen diharapkan punya nilai lebih. Karena, menurut saya semua masalah perusahaan muaranya pada soal hukum,” paparnya.
Lelaki yang kini menjabat sebagai Head of Asset Recovery Division PT Danareksa ini menambahkan, kriteria utama pemilihan komisaris independen adalah keahlian dan pengalamannya. Bukan latar belakang profesi sebelumnya.
“Kalau memang punya keahlian dan pengalamannya tidak dirugikan tentu sangat layak. Jadi bukan karena latar belakang profesinya,” ujar Lukman.
Senada dengan Lukman, Ketua Umum Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal (HKHPM) Indra Safitri mengatakan, ini bukan perkara baru. Menurutnya, penunjukan lawyer sebagai komisaris independen sudah banyak terjadi sejak dulu. Bahkan, terjadi juga di banyak negara lain, tak hanya di Indonesia.
“Ini sesuatu yang biasa terjadi. Memang sudah sejak dulu dan di banyak negara juga banyak lawyer yang ditunjuk jadi komisaris independen,” tutur Indra dalam kesempatan berbeda.
Ia pun berpendapat, latar belakang sarjana hukum membuat seorang komisaris independen yang lebih dulu berkecimpung sebagai lawyer membuat penerapan prinsip kepatuhan hukum perusahaan semakin terjamin.
Tetapi, Indra mengatakan, hal itu bukan hanya karena profesi lawyer yang sudah ditekuni lebih dulu. Melainkan, karena prinsip good coporate governance memang terkait dengan aspek hukum.
Sementara itu, Didi Dermawan, founding partner law firm DNC yang saat ini berganti nama menjadi AYMP Atelier of Law, sangsi jika fenomena lawyer yang menjadi komisaris independen banyak terjadi di negara lain.
Menurutnya, justru yang banyak terjadi di negara lain adalah orang-orang yang duduk sebagai komisaris di perusahaan A merupakan CEO di perusahaan B.
“Saya memang belum pernah melakukan riset mengenai hal ini. Tetapi, kan kita bisa lihat dari nama-nama top yang menduduki posisi itu. Menurut saya sepertinya tidak banyak lawyer yang jadi komisaris independen di negara-negara lain. Sebab kan, kalau lawyer yang menjadi komisaris independen potensi konfliknya jadi tinggi,” kata Didi, Senin (13/11).
Baik Indra maupun Lukman menilai, lawyer yang menjadi komisaris independen bisa saja memiliki konflik kepentingan. Tetapi, keduanya pun sepakat hal itu dapat diantisipasi sejak awal. Banyak cara untuk memastikannya, salah satunya melalui pakta integritas.
“Biasanya kan saat ditunjuk ada pakta integritas yang harus ditandatangani. Di situ kemungkinan besar tertera aturan bahwa tidak boleh ada benturan kepentingan,” kata Indra.
Selain itu, lawyer yang menjadi komisaris independen suatu perusahaan juga tidak boleh menjadi konsultan hukum perusahaan tersebut. Bukan berarti tidak boleh berpraktik lagi sebagai lawyer. Sebab, bisa saja ia tetap menangani perusahaan yang lain.
“Mungkin bukan hanya lawyer yang bersangkutan. Tetapi, kantor tempat dia menjadi partner juga harus terikat aturan untuk tidak menangani urusan perusahaan tersebut. Bahkan, termasuk juga perusahaan lain yang mungkin saja memiliki keterkaitan dengan perusahaan bersangkutan,” tambah Lukman.
Ahmad Fikri Assegaf, C0-Managing Partner pada kantor hukum Assegaf Hamzah and Partners (AHP), mengakui setelah dirinya ditunjuk sebagai komisaris independen PT Bank Negara Indonesia (BNI) Tbk, AHP pun mengambil kebijakan untuk tidak menjadi konsultan hukum BNI.
Bahkan, ia memastikan, dirinya dan lawfirm tempatnya bergabung tak memiliki keterkaitan apapun dengan BNI.
“Sampai urusan KPR sekalipun, misalnya. Ini semata-mata untuk menjaga independensi kami. Dan, memang harus konservatif dalam hal ini meskipun sebenarnya masih debatable,” tandas Fikri.
Fikri menilai, sebenarnya penunjukan dirinya sebagai komisaris independen BNI adalah dalam kapasitas sebagai pribadi. Artinya, tidak terkait dengan law firm AHP. Hanya saja, Fikri mengakui ada etika yang harus dijaga dalam rangka menghindari konflik kepentingan.
“Antisipasi konflik kepentingan ini memang prinsip dasar. Kami menjaga untuk tidak memiliki hubungan kerja atau hubungan bisnis apapun dengan perusahaan tempat saya menjadi komisaris independen,” jelasnya.
Di sisi lain, Didi mengaku menerima tawaran sebagai Komisaris Independen PT Elang Mahkota Teknologi Tbk (PT Emtek) saat dirinya tidak aktif berpraktik sebagai lawyer. Rencananya, tahun depan ketika ia memutuskan akan kembali aktif sebagai lawyer ia pun akan mengundurkan diri dari posisi komisaris independen.
“Ya, kita bisa bilang konflik kepentingan itu bisa diantisipasi. Tetapi, kita kan istilahnya kita bisa melepaskan topi tetapi tidak bisa melepaskan kepala,” kata Didi.
Didi menuturkan, secara hukum memang tidak masalah seorang lawyer menduduki posisi komisaris independen. Hanya saja, pada praktiknya menurut Didi sulit untuk mengantisipasi konflik kepentingan tersebut. Sebab, komisaris independen sangat memahami perusahaan tempatnya menjabat.
“Misalnya, saya di PT Emtek yang menaungi Buka Lapak serta SCTV dan Indosiar. Sebagai lawyer saya menjadi tidak bebas. Saya kan tidak bisa mengambil klien yang sekiranya pekerjaannya menarik tetapi takut ada konflik kepentingan dengan PT Emtek. Atau, kalau saya ambil klien yang industrinya sama dengan SCTV dan Indosiar, misalnya stasiun TV lain, bisa juga saya menguntungkan klien saya itu. Kan, saya tahu betul isi perut PT Emtek,” paparnya.
Tidak Wajib Lapor
Meskipun sebagai lawyer dirinya terikat dengan beberapa organisasi profesi hukum, Fikri mengatakan, ia tak melapor kepada pihak manapun atas penunjukannya sebagai komisaris independen BNI.
Sebab, menurutnya penunjukan itu sekali lagi atas kapasitasnya sebagai personal. Karenanya, tidak terkait dengan organisasi manapun.
“Tidak, saya tidak melapor ke mana pun,” tegasnya.
Ia mengatakan, tidak ada urusan lapor-melapor terkait hal itu. Di banyak negara di dunia pun demikian. Fikri menambahkan, fenomena penunjukan lawyer sebagai komisaris independen memang sudah jamak terjadi di berbagai negara sejak dulu.
Indra Safitri menguatkan bahwa tidak ada kewajiban atau ketentuan apapun yang mengatur bahwa lawyer yang menjadi komisaris independen harus melapor kepada organisasi profesi.
Indra kembali menggaris bawahi, hal ini karena penunjukan tersebut tidak terkait dengan profesi. Melainkan, terkait dengan orang per orang.
“Tidak perlu melapor kepada HKHPM atau organisasi profesi apapun. Ini memang bukan terkait dengan profesinya, ini terkait dengan orang per orang,” jelasnya.
Dengan demikian, menurut Indra pihaknya pun tak memiliki kewenangan untuk membuat ketentuan atau panduan mengenai lawyer yang duduk sebagai komisaris independen. Indra juga yakin, hal itu sudah diatur di dalam pakta integritas yang mengikat sang komisaris independen.
“Jadi memang kita tidak ada panduan apa-apa,” pungkasnya.