Kementerian Perhubungan akan melakukan revisi, terkait UU No 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Untuk itu Kemenhub sedang melakukan kajian akademis terhadap penyelenggaraan angkutan ojek berbasing daring.
Kepala Subdirektorat Angkutan Orang Direktorat Jenderal Perhubungan, Syafrin Liputo mengatakan, dalam UU No 22 Tahun 2009 itu disebutkan kendaraan roda dua yang saat ini banyak menjadi ojek daring, diklasifikasikan sebagai kendaraan milik perorangan dan bukan termasuk transportasi umum.
Sehingga belum ada regulasi atau peraturan mengenai pengoperasian ojek online di Indonesia sebagai angkutan umum.
“Dalam hal ini kami berharap bahwa dalam kajian ini bisa didapatkan solusi yang ideal terhadap penyelenggaraan angkutan ojek online,” kata Syafrin kepada wartawan di Batavia Market Kota Tua, Jakarta Barat, Ahad (5/11).
Untuk menetapkan ojek online sebagai angkutan umum, ia mengatakan, Kementerian Perhubungan sangat hati-hati. Sebab perlu adanya beberapa pertimbangan yang harus diperhatikan Kemenhub. Salah satunya dari aspek keselamatan.
“Ini menjadi fokus utama dalam UU, bahwa aspek keselamatan itu menjadi salah satu faktor utama dalam penyelenggaraan angkutan umum,” ucap Syafrin.
Perlu dipahami, kata dia, bahwa mengubah UU itu tidak mudah. “Prosesnya ada satu terkait dengan penyusunan naskah akademis. Oleh sebab itu, tentu proses (pengkajian dan revisi) ini cukup lama,” kata dia.
Setelah kajian akademis dilakukan nantinya, Syafrin mengatakan akan dilakukan pembahasan antar departemen di Kemnhub.
Setelah itu, masuk dalam mekanisme pembahasan dan penetapan di DPR. Dengan adanya kajian akademis sebagai langkah awal dari revisi terhadap UU No 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan ini, diharapkan penyelenggaraan angkutan ojek online masuk dalam kategori angkutan umum berdasarkan UU.