Advokat Sebagai Organisasi Parket Yudisial - Kongres Advokat Indonesia
Agung Pramono AdvoKAI Jawa Tengah Kongres Advokat Indonesia

Advokat Sebagai Organisasi Parket Yudisial

Pilar Advokatuur

Radbruch  mengatakan bahwa hukum itu harus memenuhi nilai dasar hukum, yaitu keadilan, kegunaan dan kepastian hukum. Namun demikian antara ketiganya terdapat suatu Spannungsverhaltnis (ketegangan), oleh karena masing-masing mempunyai tuntutan yang berbeda antara yang satu dengan lainnya yang berpotensi untuk saling bertentangan, karena itulah proses penegakan hukum oleh aparat penegak hukum diharapkan mampu menjembatani nilai-nilai dasar tersebut.

Apa yang disampaikan Radbruch sejatinya merupakan suatu kelaziman karena pada dasarnya hukum memang bersifat antinomi yaitu bisa berpasangan tapi juga sekaligus bertegangan/berlawanan hal itu terbentuk dalam satu jalinan yang bulat mewujudkan hukum yang efektif dan efisien.

Sifat tersebut diatas sangatlah beralasan, seperti dijelaskan Profesor Satjipto Raharjo bahwa norma hukum pada hakekatnya meramu dua dunia yang bersifat secara diametral berbeda yakni dunia ideal dan dunia kenyataan sebab pada akhirnya norma hukum harus mempertanggungjawabkan berlakunya dari kedua sudut itu pula karena harus memenuhi tuntutan keberlakuan filosofis maka norma hukum memasukan unsur ideal dan untuk memenuhi tuntutan keberlakuan sosiologis perlu memperhitungkan unsur kenyataan.

Berdasarkan sudut pandang dan alur pemikiran filsuf Aristoteles, terdapat tiga pilar dasar proses dan cara nalar hukum yang penting dalam profesi Advokat, yaitu:

  1. Kearifan Praktek Hukum (practical wisdom atau phronesis);
  2. Keterampilan Hukum (craft atau techne); dan
  3. Retorika Hukum (rhetorica).

Berdasarkan ketiga pilar inilah maka proses legal reasoning sesungguhnya baru mempunyai nilai, pantas dan berharga untuk orang lain.

Bahwa advokat bukanlah selaku regulator pembuat UU, advokat hanyalah stake holder, pelaku hukum yang membaca dan menerapkan peraturan perundang-undangan untuk menegakkan keadilan dan menemukan kebenaran atas perkara rakyat dimuka hukum dan peradilan.

Kilas Alegori Advokat

Berdasarkan catatan sejarahnya, hukum membutuhkan Advokat agar kebenaran tidak berjalan dalam keadaan buta dan keadilan tidak berjalan pincang.

Advokat hadir ketika hukum tidak lagi baik, yang mana hukum yang sejatinya adalah pembatasan kekuasaan namun berbalik justeru membatasi hak masyarakat dan memperbanyak kewajiban, tumpang-tindih dengan cepatnya perubahan-perubahan regulasi, menjadi anomali yang sulit dicerna rakyat, bekerjasama dengan akademisi dalam teori dan praktek hukum, menyangkut juris yang memerlukan uji atau kajian akademis.

Bahkan sejarah mencatat bahwa Advokat selalu hadir beserta ide dan pembaharuan yang mampu meredam kegaduhan sosial-politik.

Akan tetapi kenyataannya saat ini seolah muncul para pemimpin dan pemikir dengan bekal wawasan asing yang lahir diatas tanah-tanah adat, tempat negara berdiri. Kekuatan hukum cuma sekedar resultan politik di ruang legislasi sehingga kedaulatan rakyat bakal direduksi, dan manusia hukum dipecah menjadi sel-sel mati untuk konsumsi pers, meracau dengan igauan politik seperti anak tiri yang meninggalkan ibu maximnya.

Secara puitik, Advokat mengigau di negeri antah berantah dengan dongeng Themis yang faktanya selalu diam ketika Zeus merendahkan perempuan dan otoriter, tapi malah disebut legenda, sementara astabrata yang aselinya jiwa advokat Indonesia sudah tidak berlabel sejarah justeru dirobek dan digubah jadi dongeng pengantar tidur yang sudah usang.

Entitas Advokat dimarginalkan, tersembunyi dalam literasi dan referensi sejarah populer.

Koneksitas Legislatif

Advokat dalam kapasitasnya sebagai pengacara praktek dipercayakan dan kompetensi advocatuur (profesi resmi) dengan misi untuk melindungi hak asasi manusia yang mendasar dan untuk mewujudkan keadilan sosial, sesuai dengan misi yang ditentukan, dengan tulus melakukan tugasnya dan berusaha untuk menjaga ketertiban sosial dan meningkatkan sistem hukum.

Advokat juga merupakan arsitek yang akan merencanakan sebuah legal structure, struktur atau konstruksi hukum, juga seperti dokter yang harus dapat membantu membuat diagnosa mengenai sebab timbulnya sesuatu masalah dan cara mengatasinya.

Apabila klien dapat menerima suatu legal structure atau konstruksi pemecahan masalah maka langkah selanjutnya adalah menerapkan legal documentation serta mengawasi agar implementasinya tetap berjalan dalam batas-batas hukum yang berlaku.

Perlu kita perhatikan pula jasa para Advokat dalam mengembangkan gagasan-gagasan dan konsepsi-konsepsi baru. Untuk itu seorang advokat harus mempunyai pengetahuan yang luas, mengenai perkembangan teknologi, perkembangan lingkungan, perkembangan ekonomi, sosial-politik dengan kata lain harus peka dengan dinamika yang terjadi dan berpengaruh dalam masyarakat.

Sudah semestinya seorang Advokat ikut mengembangkan hukum yang sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan masyarakat. Terutama dengan beragam perizinan atau larangan serta pembatasan-pembatasan, maka para usahawan memerlukan jasa-jasa advokat untuk menafsirkan masing-masing peraturan, disisi lain para advokat juga menjadi rekanan bagi pemerintah dan badan/lembaga/institusi lainnya.

Sebab Advokat yang mengenal lingkungan dan kliennya serta kebutuhan-kebutuhannya, idealnya dapat menterjemahkan keinginan-keinginan dan kebutuhan-kebutuhan kliennya atau masyarakat kepada pemerintah dan dengan itu membantu pemerintah menyiapkan regulasi-regulasi baru yang dapat memenuhi kebutuhan masyarakat.

Inilah fungsi Advokat dalam pembentukan perundang-undangan yang dijalankannya sebagai lobbyist dalam badan-badan pembentuk undang-undang. Maka para advokat bisa mempengaruhi arah perundang-undangan pada waktu dibuatnya, baik diparlemen ataupun di badan-badan eksekutif, sebagai regulatory agencies. Pihak pemerintah mengakui peranan Advokat sebagai pemberi umpan-balik kepada pemerintah dalam usahanya membentuk hukum.

Bahwa peranan Advokat juga bisa berupa nasehat atau bantuan bagaimana membuat dan membentuk hukum yang dibutuhkan untuk masa datang. Bahkan para Advokat adalah profesi yang layak untuk berkontribusi membentuk hukum diluar undang­undang dan ikut mengembangkan hukum.

Banyak perjanjian yang tidak berdasarkan undang-undang yang tertulis melainkan lahir sebagai ciptaan atau karangan para ahli hukum dengan memenuhi kebutuhan yang ada dalam masyarakat. Leasing, option trading, jual-sewa, penyerahan fiduciair, semuanya itu tidak diatur dalam undang-undang tetapi lahir karena kebutuhan masyarakat yang diberi bentuk hukum oleh para akhli hukum. [Mr. Nugroho, PERANAN ADVOKAT DALAM DUNIA USAHA, Jurnal Hukum dan Pembangunan, ed. November, 1981, hal. 579]

Advokat Di Ranah Yudikatif

Sebelum lebih dalam menguraikan identitas Advokatuur, merujuk pada sejarah dalam dunia hukum terdapat Het Parket bij de Hoge Raad yang diisi oleh Procureur Generaal, dibantu oleh Plaatsvervangend Procureur-Generaal (deputi), serta sejumlah Advocaat General yang merupakan penasehat umum.

Mari kita terlebih dahulu mencermati simpul dari sebuah proses, dalam kaitannya dengan fungsi memberikan pendapat hukum (opini/konklusi) prosesnya secara umum adalah terhadap setiap permohonan kasasi yang diajukan ke Mahkamah Agung, sebelum berkas diserahkan kepada majelis hakim agung, berkas diserahkan dulu kepada 1 orang Advokat General. (Ada 21 orang Advokat General saat ini di lembaga tersebut).

Berkas perkara tersebut tidak terbatas pada perkara kasasi pidana saja, namun banyak jenis perkara. Advocaat General tersebut kemudian membuat opini hukum atas permohonan tersebut. Setelah itu berkas diserahkan kepada Majelis beserta opini (konklusi) tersebut. Opini/Konklusi ini hanya bersifat pendapat hukum, tanpa disertai kesimpulan/putusan.

Majelis Hakim Agung tidak terikat atas konklusi ini, namun konklusi akan menjadi bagian dari putusan. Selanjutnya Majelis akan memeriksa permohonan seperti biasa. Di Hoge Raad, setelah majelis memeriksa dan memberikan pertimbangan, sebelum putusan diambil, pertimbangan tersebut akan diplenokan terlebih dahulu di masing-masing Kamar untuk mendengarkan pandangan dari seluruh anggota masing-masing kamar tersebut. Baru setelah itu proses selesai, dan putusan menjadi final.

Advokaat Generaal jika diterjemahkan akan menjadi ‘Advokat Umum’, namun dalam Naskah Akademis RUU KUHAP istilah ini diterjemahkan menjadi ‘Jaksa Agung Muda’, padahal ia tidak memiliki padanan dengan yang ada di Indonesia dan sifat ini tidak dimiliki oleh institusi dalam domain eksekutif maupun legislatif, lembaga dalam sistem hukum yang berbeda ini juga tidak memiliki kedudukan serta fungsi yang setara dengan kejaksaan karena pada tataran struktur yudisial ia ada dalam sistem kekuasaan kehakiman, akan tetapi juga bukan hakim dan lembaga yang bernama Parket ini merujuk pada kantor (office) bukan jabatan.

Dari Jepang kita udah adopsi Chotei-Wakai untuk mediasi, relevan juga rasanya desain lainnya yang serupa akar sejarah praktisi hukum di Cirebon untuk di elaborasi atau transplantasi.

Pada tataran yudikatif peran Advokat dan ahli hukum/akademisi dapat mengembangkan konsep kamar yaitu mengisi Parket sebagai bagian dari kekuasaan kehakiman yang dimaksud dalam desain sistem itu selaku orang kantor (officium) yang tidak terikat dengan sumpah jabatan (opera liberalis).

*Adv. Agung Pramono, SH., CIL.

Silahkan tinggalkan komentar tapi jangan gunakan kata-kata kasar. Kita bebas berpendapat dan tetap gunakan etika sopan santun.

TERPOPULER

TERFAVORIT

Dikukuhkan Jadi Ketua Dewan Pembina KAI, Bamsoet : Pekerjaan Rumah Kita Banyak untuk Sektor Penegakan Hukum
September 27, 2024
Lantik Pengurus, Ketua Presidium DPP KAI: Kita Wujudkan AdvoKAI yang Cadas, Cerdas, Berkelas
September 27, 2024
Dihadiri Ketua Dewan Pembina Sekaligus Ketua MPR RI, Pengurus DPP KAI 2024-2029 Resmi Dikukuhkan
September 27, 2024
Audiensi Presidium DPP KAI – Menkum HAM RI: Kita Mitra Kerja!
September 7, 2024
Diangkat Kembali Ketua Dewan Pembina Kongres Advokat Indonesia (KAI), Ketua MPR RI Bamsoet Dukung Pembentukan Dewan Advokat Nasional
July 25, 2024