Hukumonline.com – KPK menetapkan mantan Ketua Fraksi Partai Gerindra DPRD DKI Jakarta Mohamad Sanusi sebagai tersangka tindak pidana pencucian uang. Penetapan ini dilakukan dari hasil pengembangan penyidikan kasus dugaan suap berkaitan pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Kawasan Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Jakarta Utara.
“Telah dilakukan pengembangan dan penyidik menemukan bukti permulaan yang cukup menetapkan MSN (Mohamad Sanusi) sebagai anggota DPRD DKI Jakarta 2014-2019 sebagai tersangka tindak pidana pencucian uang,” kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha di Jakarta, Senin (11/7).
Sanusi sebelumnya juga merupakan tersangka penerima suap sebesar Rp2 miliar dari Direktur Utama PT Agung Podomoro Land terkait dengan pembahasan Raperda tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil provinsi Jakarta 2015-2035 dan Raperda tentang Rencana Kawasan Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Jakarta Utara.
“MSN diduga melakukan perbuatan menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan dan seterusnya harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana korupsi untuk menyamarkan menyamarkan asal usul, sumber, lokasi, peruntukan, pengalihan hak-hak atau kepemilikan yang sebenarnya atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana korupsi,” tambah Priharsa.
Atas perbuatan tersebut, Sanusi dikenakan Pasal 3 atau Pasal 4 UU No.8 tahun 2010 tentang Pencegahan Tindak Pidana Pencucian Uang jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dengan pidana penjara paling lama 20 tahun dan denda paling banyak Rp10 miliar. Menurut Priharsa, surat perintah penyidikan (sprindik) tersebut ditandatangani pada 30 Juni 2016.
“Hari ini pertama kalinya penyidik memanggil para saksi untuk kasus TPPU, ada 10 orang saksi yang dilakukan pemeriksaan pada hari ini,” ungkap Priharsa.
Menurut Priharsa, sangkaan tersebut diterapkan kepada Sanusi karena KPK sudah melakukan pelacakan aset Sanusi dalam perkara tindak pidana penerimaan suap. Hasilnya, KPK menetapkan Sanusi sebagai tersangka pencucian uang. “Setelah dilakukan analisis ditemukan bukti permulaan yang cukup menetapkan yang bersangkutan sebagai tesangka TPPU,” tambah Priharsa.
Namun ia belum bisa menjelaskan berapa jumlahaset yang telah disita KPK. Priharsa mengatakan, aset-aset tersebut disita karena diduga terkait dengan perkara pencucian uang yang melilit Sanusi. “Aset yang disita adalah mobil dan uang, namun jumlahnya saya belum mendapatkan informasinya,” kata Priharsa.
Meski begitu, penelusuran terhadap aset-aset yang terkait perkara pencucian uang belum berhenti oleh KPK. Priharsa mengatakan, dalam perkara ini KPK akan terus melakukan pemeriksaan terhadap saksi-saksi dan melakukan pelacakan aset yang lain. Penelusuran itu dilakukan untuk mencari sumber dan tujuan pembelian aset-aset tersebut.
“Akan dicari sumber dan peruntukan aset-aset yang dimiliki oleh tersangka sehingga tidak tidak menutup kemungkinan ada pihak lain yang menjadi tersangka,” jelas Priharsa.
Aset-aset Sanusi juga tidak saja terkait dengan PT Agung Podomoro Land yang merupakan perusahaan yang menyuap Sanusi dalam perkara sebelumnya. “Akan didalami apakah sumber uang bukan hanya dari APL,” ungkap Priharsa.
Salah satu saksi yang dipanggil dalam perkara TPPU Sanusi adalah Direktur Legal PT Agung Podomoro Land (APL) Miarni Ang. Iamengakui bahwa Sanusi pernah membeli sejumlah aset di PT APL. “Asetnya ada beberapa, saya tidak bisa jelaskan di sini, ada apartemen ada bangunan,” kata Miarni usai menjalani pemeriksaan.
(Kongres Advokat Indonesia)