Profesor Henry Indraguna Usul Revisi Draft UU Perampasan Aset, Perkuat Supremasi Hukum - Kongres Advokat Indonesia

Profesor Henry Indraguna Usul Revisi Draft UU Perampasan Aset, Perkuat Supremasi Hukum

Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset menjadi isu yang menyita perhatian publik.

Karenanya perlu ada revisi yang bertujuan memperkuat penegakan hukum sekaligus mencegah penyalahgunaan tindakan korupsi, kolusi, dan nepotisme.

Pakar hukum Profesor Henry Indraguna mengusulkan beberapa perubahan krusial atas RUU yang diyakini mampu menjawab kejahatan yang termasuk extra ordinary ini.

Prof Henry menyebut bahwa revisi ini dirancang agar regulasi lebih konstitusional, transparan, dan terhindar dari risiko politisasi.

“Dengan pendekatan berimbang, usulan ini berupaya memastikan keadilan bagi semua pihak tanpa mengorbankan efektivitas penegakan hukum,” ujar Guru Besar Unissula Semarang Prof Henry melalui pesan tertulis, Jumat (5/9/2025).

Lanjut, Prof Henry menyebutkan bahwa pasal 2 tentang perampasan aset tanpa pemidanaan menjadi salah satu fokus revisi.

Versi asli draft saat ini menyebutkan Perampasan Aset berdasarkan Undang-Undang ini tidak didasarkan pada penjatuhan pidana terhadap pelaku tindak pidana.

“Akan lebih aman jika diubah menjadi, Perampasan Aset berdasarkan Undang-Undang ini dilakukan melalui proses peradilan perdata yang menjamin hak pembelaan para pihak, dan hanya dapat dilaksanakan apabila terdapat bukti permulaan yang sah mengenai keterkaitan aset dengan tindak pidana, meskipun tanpa putusan pidana terhadap pelakunya,'” terangnya.

Menurutnya, memang ada perbedaan dengan pasal asli yang tidak menyebutkan mekanisme hukum spesifik, usulan revisi ini memperkuat dasar hukum dengan mewajibkan proses peradilan perdata dan bukti awal untuk mengurangi risiko pelanggaran hak pihak terkait.

“Perampasan harus memiliki landasan hukum yang jelas, agar tidak terjadi kesewenang-wenangan,” tegas Prof Henry.

Kemudian untuk Pasal 5 ayat (2) huruf a, tentang aset yang tidak seimbang dengan penghasilan sah.

Dalam draft saat ini disebutkan “Aset yang tidak seimbang dengan penghasilan … yang tidak dapat dibuktikan asal usul perolehannya secara sah dan diduga terkait dengan Aset Tindak Pidana…”

Menurut Prof Henry, ayat ini perlu dibuat parameter dengan mengusulkan revisi menjadi, “Aset yang nilai totalnya melebihi 50 persen dari penghasilan sah yang dapat diverifikasi melalui Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN), Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak (SPT), atau dokumen keuangan resmi lainnya dalam periode 5 (lima) tahun terakhir, dan tidak dapat dibuktikan asal usul perolehannya secara sah serta diduga terkait dengan Aset Tindak Pidana.”

“Pasal awal tidak memiliki parameter kuantitatif, membuka peluang interpretasi subjektif. Revisi ini memperkenalkan ambang batas 50 persen dari penghasilan sah yang diverifikasi, memberikan kejelasan dan objektivitas yang absen pada versi asli. Indikator ini mencegah penyalahgunaan dengan dasar yang terukur,” paparnya.

Revisi draft berikutnya di Pasal 6 ayat (1) huruf a yang mengatur batas nilai aset untuk perampasan. Versi saat ini berbunyi, “Aset yang bernilai paling sedikit Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).”

Prof Henry mengusulkan menjadi, “Aset dengan nilai berapa pun yang terbukti merupakan hasil tindak pidana dapat dirampas. Dalam hal nilai aset kecil namun merupakan bagian dari satu rangkaian tindak pidana dengan nilai kumulatif melebihi Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah), maka seluruh aset dapat dirampas.”

Dia berpandangan pasal awal yang membatasi perampasan pada aset minimal Rp100 Juta, berpotensi mengabaikan aset bernilai kecil dari tindak pidana.

Revisi ini menghapus batas minimum, memungkinkan perampasan aset kecil yang terkait rangkaian tindak pidana, sehingga memperluas cakupan penegakan hukum.

“Tidak ada aset hasil kejahatan yang boleh lolos, sekecil apa pun,” pungkas Wakil Ketua Dewan Pembina Kongres Advokat Indonesia (KAI). Tribunnews

Silahkan tinggalkan komentar tapi jangan gunakan kata-kata kasar. Kita bebas berpendapat dan tetap gunakan etika sopan santun.

TERPOPULER

TERFAVORIT

Dikukuhkan Jadi Ketua Dewan Pembina KAI, Bamsoet : Pekerjaan Rumah Kita Banyak untuk Sektor Penegakan Hukum
September 27, 2024
Lantik Pengurus, Ketua Presidium DPP KAI: Kita Wujudkan AdvoKAI yang Cadas, Cerdas, Berkelas
September 27, 2024
Dihadiri Ketua Dewan Pembina Sekaligus Ketua MPR RI, Pengurus DPP KAI 2024-2029 Resmi Dikukuhkan
September 27, 2024
Audiensi Presidium DPP KAI – Menkum HAM RI: Kita Mitra Kerja!
September 7, 2024
Diangkat Kembali Ketua Dewan Pembina Kongres Advokat Indonesia (KAI), Ketua MPR RI Bamsoet Dukung Pembentukan Dewan Advokat Nasional
July 25, 2024