CNNIndonesia.com – Presiden Joko Widodo meminta agar dua lembaga yudikatif, Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial, memperbaiki hubungan komunikasi antarkeduanya. Jokowi menilai di masa lalu hubungan antara kedua lembaga tidak harmonis.
“Bapak Presiden menyampaikan agar kami menjaga komunikasi secara baik dengan MA,” kata Ketua KY Aidul Fitriciada Azhari di Kantor Staf Presiden, Jumat (4/3).
Aidul mengatakan permintaan tersebut ditekankan Jokowi saat mengadakan pertemuan dengan dua pimpinan KY di Istana Merdeka hari ini. Lebih jauh, Aidul menyampaikan Jokowi melihat selama ini terdapat kecenderungan dua lembaga tersebut tidak harmonis.
“Seperti ‘Tom and Jerry’ kalau mengutip kata Pak Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly,” ujarnya.
Jokowi mengatakan hubungan tersebut dipengaruhi oleh komunikasi personal yang kurang baik antara kedua petinggi lembaga. Oleh karena itu, agar tidak mengganggu unsur pengawasan atas hakim maka Jokowi mengharapkan komunikasi tersebut untuk lebih ditingkatkan.
Sementara itu, Wakil Ketua KY Sukma Violetta mengatakan Jokowi mengetahui bahwa hubungan kurang harmonis antara kedua lembaga yudikatif tersebut sudah terbaca oleh publik.
“Presiden menyebutkan ada beberapa hal (di antaranya) publik sudah melihat masalah yang terjadi (antara kedua lembaga),” ujar Sukma.
Hubungan kurang mesra antara KY dan MA tampak misalnya saat kewenangan Komisi Yudisial untuk melakukan proses seleksi (rekrutmen) hakim pengadilan tingkat pertama dibatasi.
Berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 43/PPU-XIII/2015 dinyatakan proses rekrutmen hakim tingkat pertama tidak perlu melibatkan KY. Putusan tersebut diambil berdasarkan permohonan pengujian dari Pengurus Pusat Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI).
Mantan Pimpinan KY Taufiqqurohman Sahuri mengatakan permohonan IKAHI tersebut membuktikan keinginan dari organisasi tersebut untuk memonopoli rekrutmen hakim dan mengamputasi tangan KY dalam sistem rekrutmen hakim.
Selain itu, ada pula kasus hakim Sarpin Rizaldi yang melaporkan eks ketua KY Suparman Marzuki dan eks Komisioner KY Taufiqurahman Syahuri ke Bareksrim pada pertengahan Maret 2015 lalu.
Dalam laporannya, Sarpin mengaku keberatan dengan komentar dan pernyataan para komisioner KY yang menyebut dia sebagai hakim bermasalah saat menangani gugatan praperadilan Komjen Budi Gunawan.
Namun, menghadapi aduan Sarpin tersebut, Mahkamah Agung justru menolak seluruh rekomendasi yang diberikan KY atas mantan hakim PN Jaksel Sarpin Rizaldi.
Menurut MA, Sarpin dinilai tidak melakukan kesalahan yang bersifat teknis yuridis maupun etik dan pedoman perilaku hakim sebagaimana yang diputuskan para anggota lembaga pengawas hakim pada pleno mereka.
Persoalan rekomendasi atas hakim ini yang juga sering dijadikan sorotan bagaimana hubungan kedua lembaga tersebut kurang harmonis.
Menanggapi persoalan lemahnya rekomendasi KY atas MA, Sukma mengatakan perbedaan penafsiran menyebabkan rekomendasi KY seringkali tidak ditindaklanjuti oleh Mahkamah Agung.
“Mahkamah Agung menganggap kewenangan KY tidak termasuk aspek teknis yudisial dalam menangani perkara,” katanya.
Hal itu termasuk dalam mempertimbangkan alat bukti, serta mempertimbangkan saksi diterima atau tidak. Kewenangan KY dilihat MA hanya terbatas di area perilaku atau kode etik.
Oleh karena itu, untuk ke depannya, Sukma mengatakan kedua lembaga akan melakukan kajian-kajian mengenai kewenangan KY dan MA bersama-sama.
(Kongres Advokat Indonesia)