REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Penyuluh hukum Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) memberikan penyuluhan hukum bertema “Cyberbulling dalam Perspektif Hukum” di SMK Lebak Bulus Jakarta Selatan, Kamis (21/2).
Penyuluh Hukum Muda BPHN Kemenkumham Lisa menjelaskan, cyberbullying adalah bentuk intimidasi, ancaman, penindasan, atau penghinaan melalui perangkat elektronik. Bahkan perilaku penindasan dunia maya atau cyberbullying di kalangan pelajar belakangan ini sudah kian ramai terjadi.
“Saat ini, sebagian besar pelajar telah memanfaatkan kecanggihan perangkat elektronik untuk banyak hal,” ujarnya.
Lisa menambahkan, ramainya cyberbullying seiring majunya perkembangan teknologi. Menurutnya, dikhawatirkan akan banyak disalahgunakan oleh kalangan pelajar untuk melakukan cyberbullying.
Seiring hal itu, penyuluh hukum BPHN Kemenkumham sebagai bagian dari pemerintah berupaya melakukan tindakan preventif. “Untuk kemungkinan mengurangi terjadinya penyalahgunaan media elektronik dalam hal tindakan cyberbulling di kalangan pelajar di media sosial,” ujar Lisa.
Dua Penyuluh Hukum Muda BPHN Kemenkumham lainnya, Rozak dan Fabian juga menjelaskan risiko bila melakukan tindakan cyberbulling di media sosial. Juga mengimbau pelajar yang mengetahui ada tindakan cyberbulling antar pelajar segera melaporkan ke dewan guru di tiap sekolahnya.
Sebab ada aturan hukum yang memuat ketentuan tentang penghinaan, pencemaran nama baik, ancaman kekerasan, serta menakut-nakuti melalui media elektronik. “Pelajar nggak usah takut untuk melaporkan tindakan cyberbullying kepada dewan guru, orang tua atau bahkan aparat apabila perlu. Hukumannya juga nggak nanggung-nanggung. Pidana penjara paling lama 4 tahun dan atau denda paling banyak 750 juta,” jelas Rozak.
Fabian Penyuluh Hukum Muda BPHN Kemenkumham lainnya meneruskan, bahwa dampak negatif dari tindakan cyberbullying sangat berbahaya. Sebab, menurut Fabian, bagi yang terkena bully dapat menyebabkan trauma, depresi atau bahkan bunuh diri. Sehingga dapat merusak masa depan orang.
“Baik itu masa depan korban, pelaku, maupun keluarga korban dan pelaku,” ujarnya mengimbau.
Baca Juga : Keterbatasan Hukum Hambat LPSK Lindungi Korban Kekerasan Seksual