Masih berusia 36 tahun, Muhajir Habibie didakwa menjadi perantara suap sejumlah perkara di Mahkamah Agung (MA). Tugasnya menjadi tim penghubung pihak beperkara dengan hakim agung. Disebut-sebut, uang pihak beperkara yang lewat Muhajir Habibie sampai ke tangan hakim agung.
Dalam dakwaan KPK yang dikutip dari Sistem Informasi Penelusuran Perkara Pengadilan Negeri (SIPP PN) Bandung, Selasa (14/2/2023), Muhajir Habibie sehari-hari adalah PNS di MA bagian staf Kepaniteraan. Pria kelahiran 4 Juni 1987 itu tinggal di Bina Indung, Pondok Gede, Bekasi, dan Apartemen Rasuna Tower, Jakarta Selatan.
Muhajir menghabiskan masa kecilnya di Makassar dan mulai menapak SMP di Jakarta sejak 2002. Muhajir lulus dari SMA 79 Jaksel pada 2005. S1-nya di STMIK Dipanegara diselesaikan pada 2010. Setelah itu, ia menjadi PNS MA dengan posisi:
1 Januari 2011: staf Kepaniteraan
21 Mei 2012: staf Kepaniteraan
12 Juni 2020: Analis Data dan Informasi Kepaniteraan
26 November 2021: Pranata Peradilan Ahli Muda Kepaniteraan
Muhajir Habibie disebut di 3 kasus yaitu:
- Kasus Pailit Rumah Sakit di Makassar
Diceritakan Yayasan Rumah Sakit (RS) Sandi Karsa memesan alat kesehatan kepada PT Mulya Husada Jaya pada 12 Juli 2019. Pembayaran dicicil dengan agunan 2 sertifikat tanah dan bangunan. Nilai kredit Rp 2,3 miliar.
Singkat cerita, RS Sandi Karsa tidak bisa membayar utangnya dengan lancar. Akhirnya PT Mulya Husada Jaya mengajukan permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) ke Pengadilan Negeri (PN) Makassar pada awal 2022. Sebagai kreditur kedua adalah PT Internusa Dua Medika, yang memiliki piutang Rp 1 miliar. Pada 24 Maret 2022, PN Makassar mengabulkan permohonan PKPU PT Mulya Husada Jaya.
“Selanjutnya atas putusan tersebut, dilakukan upaya perdamaian, namun tidak membuahkan hasil,” demikian bunyi dakwaan itu.
Pada 23 Mei 2022, PN Makassar akhirnya menyatakan RS Sandi Karsa pailit dengan segala akibat hukumnya. Pihak Yayasan mencari jalan agar RS itu tidak pailit. Lewat sejumlah orang, akhirnya pihak yayasan bertemu dengan Muhajir Habibie.
“Dalam pertemuan tersebut, Wahyudi Hardi (pihak yayasan) meminta kepada Muhajir Habibie untuk mengurus permohonan kasasi yang diajukannya agar Yayasan Rumah Sakit Sandi Karsa tidak dinyatakan pailit serta menyampaikan ada sejumlah uang yang disiapkan untuk pengurusan perkara. Atas permintaan tersebut, Muhajir Habibie menyanggupi,” ungkap dakwaan jaksa.
Pada 26 Juli 2022, permohonan kasasi masuk dan tercatat dalam register perkara Nomor: 1262 K/Pdt.Sus-Pailit/2022. Secepat kilat, Ketua Kamar Perdata MA I Gusti Agung Sumanatha menunjuk majelis kasasi keesokan harinya. Yaitu ketua majelis Takdir Rahmadi dengan anggota Nurul Elmiyah dan anggota Rahmi Mulyati.
- Kasus Pailit Intidana
Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Intidana digugat nasabahnya untuk pailit. Oleh Pengadilan Negeri (PN) Semarang, gugatan itu ditolak. Si nasabah, Heryanto Tanaka, meminta pengacaranya, Yosef Parera, untuk mencari jalan pintas agar Intidana pailit.
Sekretaris MA Hasbi disebut jaksa sebagai penghubung. Parera kemudian menghubungi PNS MA, Desy Yustria, dan estafet ke Muhajir Habibie. Lalu Muhajir Habibie naik lagi ke majelis kasasi, salah satunya Sudjadat Dimyati, lewat orang kepercayannya yang juga hakim/panitera pengganti, Elly.
“Selanjutnya, bertempat di ruang kerja Terdakwa (Sudrajad Dimyati), Terdakwa (Sudrajad Dimyati) menerima pemberian uang sebesar SGD 80 ribu dari Elly Tri Pangestuti,” bunyi dakwaan jaksa.
- Sengketa rumah di Kalibata, Jakarta Selatan.
Jual beli rumah seluas 400 meter persegi di Kalibata, Jaksel, sampai ke pengadilan. Pihak penjual menggugat pembeli karena belum lunas membayar tapi SHM sudah ganti nama. Di tingkat pertama dan banding, penjual menang. Di tingkat kasasi, berubah. Sudrajat Dimyati memenangkan pembeli.
Pada sore harinya, Terdakwa (Muhajir Habibie) memerintahkan pegawai honorer MA, Ahmad Fauzi, untuk menyerahkan dua amplop yang berisi uang dalam bentuk dolar Amerika Serikat bagian Sudrajad Dimyati setara Rp 800.000.000 dan bagian Elly setara Rp 100.000.000. Selanjutnya bertempat di ruang kerja Sudrajad Dimyati, Ahmad Fauzi menyerahkan dua amplop tersebut kepada Elly, yang kemudian oleh Elly satu amplop yang berisi uang dalam bentuk dolar Amerika Serikat setara Rp 800.000.000 diberikan kepada Sudrajad Dimyati,” urai jaksa. DETIK