Hukumonline.com – Hukum itu membutuhkan keteladanan. Orang akan cepat percaya pada pandangan hukum seseorang jika yang bersangkutan memberi contoh atau teladan kepada orang lain. Salah satu yang bisa dilihat adalah integritas penggagas pandangan tentang hukum.
Rektor Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Yos Johan Utama, melihat keteladanan integitas itu pada diri Satjipto Rahardjo. Maka ketika Prof. Tjip, begitu Satjipto Rahardjo disebut murid-muridnya, melontarkan gagasan-gagasan hukum progresif, Yos Johan meyakini gagasan itu.
Rektor punya pengalaman langsung bagaimana Prof. Satjipto Rahardjo menjaga integritasnya. Suatu hari ada acara yang dihadiri sejumlah guru besar, termasuk Yos Johan Utama dan Prof. Tjip. Para guru besar itu medapatkan honor yang dimasukkan ke dalam amplop. Sebagian besar merobek amplop lalu mengantongi uangnya. Melihat tingkah yang lain, Prof. Tjip juga mencoba merobek amplop yang ia terima. Belum selesai merobek, Prof. Tjip langsung memanggil petugas administrasi di kampus. Ia meminta si petugas menaruh kembali uang itu ke dalam amplop baru.
“Tolong dibungkus lagi uang ini karena saya ingin memberikannya utuh kepada isteri saya,” kata Prof. Tjip seperti ditirukan kembali Prof. Yos Johan, Kamis (20/10).
Cerita tentang Prof. Tjip itu menjadi bagian dari pidato Rektor Undip saat membuka seminar nasional Hukum Spiritual Pluralistik yang berlangsung selama dua hari di Semarang, Jawa Tengah. “Ada makna spiritualitas yang beliau lakukan,” kenang sang rektor.
Seminar ini diikuti akademisi dan praktisi dari sejumlah daerah di Indonesia. Beberapa akademisi hukum dan pejabat pemerintahan tampak hadir di aula gedung Pascasarjana Undip, Pleburan, Semarang. Tampak antara lain Inspektur Jenderal Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi, Jamal Wiwoho, mantan Ketua Komisi Yudisial Prof. Eman Suparman, dan jaksa yang pernah bertugas di KPK Yudi Kristiana.
Seminar ini diselenggarakan untuk memperingati 40 tahun pengabdian Esmi Warassih di bidang hukum. Prof. Esmi adalah seorang murid sekaligus asisten Prof. Tjip sehingga pemikiran-pemikirannya pun banyak dipengaruhi hukum progresif. Satjipto Rahardjo dan Esmi Warassih telah mengembangkan hukum yang mencerahkan bagi manusia. Hukum itu dibuat untuk manusia, sehingga hukum itu seharusnya membebaskan. Atau dalam istilah Rektor Undip, hukum itu harus memotivasi. “Kita butuh hukum yang memotivasi,” ujarnya.
Guru dan murid itu telah berusaha selama puluhan tahun mengembangkan hukum yang membahagiakan rakyatnya. Ketika terjadi carut marut hukum, maka hukum yang berkarakter spirituallah yang bisa menjadi solusi. “Hukum yang berkarakter spiritual diharapkan menjadi solusi bagi carut marutnya hukum saat ini,” kata Wakil Dekan I Fakultas Hukum Undip, Prof. Retno Saraswati.
(Kongres Advokat Indonesia)