Hukumonline.com – Ahli Patologi asal Australia, Beng-Beng Ong yang dihadirkan kuasa hukum Jessica Kumala Wongso dalam sidang yang digelar Senin (5/9) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat diperiksa Kantor Imigrasi Kelas I Jakarta Pusat saat hendak terbang menuju ke Australia, Selasa (6/9).
Berdasarkan informasi yang diperoleh, saat ini ia tengah dimintai keterangannya oleh pihak Imigrasi Jakarta Pusat terkait dengan visa yang digunakannya untuk hadir sebagai ahli a de charge dalam sidang pembunuhan Wayan Mirna Salihin. Hal itu telah dikonfirmasi oleh Dirjen Imigrasi, Ronie Sompie bahwa pemeriksaan ahli pada sidang Jessica karena keluhan jaksa dalam persidangan mengenai visa yang dipegang ahli.
Latar belakang pemeriksaan Beng-Beng berawal ketika tim jaksa penuntut umum mempermasalahkan visa ahli yang dihadirkan oleh tim kuasa hukum terdakwa. Setelah diberi kesempatan untuk mengorek keterangan ahli, salah seorang jaksa, Ardito menanyakan dalam rangka apa maksud kedatangan ahli ke Indonesia.
Dibantu penerjemah, Beng-Beng menjelaskan bahwa pada awalnya pihak kuasa hukum Jessica, Otto, meminta dirinya untuk membantu dan berkonsultasi atas kasus yang dialami kliennya. Setelah itu, Otto memberikan sejumlah informasi disertai beberapa dokumen pelengkap untuk kemudian diteliti dan dianalisa olehnya. Setelah diteliti, Beng-Beng kembali menghubungi Otto dan mengatakan bahwa ia bisa membantu Otto sebagai ahli Patologi dalam kasus ini.
“Awalnya saya diminta konsultasi oleh Otto (pengacara Jessica,-red),” kata Ong dalam sidang, Senin (5/6).
Pertanyaan selanjutnya kembali dilontarkan Ardito, ia kali ini menanyakan sejak kapan ia datang ke Indonesia dalam rangka memberikan keterangan dalam sidang saat itu. Namun, mendengar dua pertanyaan yang dilontarkan jaksa kepada ahli, Otto gerah dan keberatan dengan hal itu karena menurutnya hal itu tidak sesuai dengan substansi yang mesti didengar dari ahli dalam persidangan. sempat terjadi debat kusir antara keduanya sampai akhirnya Hakim Ketua, Kisworo, menengahinya.
“Tenang, kan sudah disepakati kalau hak menjawab ada di ahli. Kalau ahli tidak ingin menjawab, itu hak daripada ahli. Serahkan itu semua kepada ahli,” kata Kisworo sambil mengetuk palu.
Beng-Beng melanjutkan, bahwa ia telah hadir di Jakarta sejak Sabtu, 3 September 2016. Jaksa terus mencecar ahli seputar kehadiran dalam persidangan mengingat baru pada sidang ke-18, ada ahli yang dihadirkan di luar Indonesia. Melanjutkan pertanyaannya, Ardito bertanya dengan visa apa ahli hadir ke Indonesia dan apakah ahli hadir dalam kapasitasnya sebagai profesi dalam sidang kemarin malam itu.
Dijelaskan Beng-Beng, ia hadir ke Indonesia dalam rangka memberikan keahliannya sebagai ahli patologi. Ia membenarkan bahwa kapasitasnya sebagai ahli patologi adalah sebagai profesi. Lalu, ia juga menjelaskan bahwa ia datang dengan visa kunjungan. Untuk mendalami kembali, Ardito kembali melontarkan pertanyaan apakah ahli mendapatkan fee atau bayaran dalam memberikan keterangan di persidangan kemarin.
Mendengar itu, Otto keras mengatakan bahwa pertanyaan yang dilontarkan jaksa sangat tidak punya etika. Ia juga mengatakan bahwa tidak ada satupun di dunia ini ahli yang tidak mendapatkan fee ketika memberikan keterangannya, meski untuk kepentingan peradilan. Otto terlihat begitu geram dengan pertanyaan jaksa dan akhirnya suara debat antara keduanya ditambah dengan sorak-sorai pengunjung sidang membuat suasana ruang sidang malam itu begitu riuh.
“Oke-oke, jadi gini maksud kami menanyakan soal fee dan visa. Biar kami jelaskan,” ujar jaksa.
Kata jaksa, Pasal 8 ayat (1) UU Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian tegas menyatakan bahwa setiap orang yang masuk atau keluar wilayah Indonesia wajib memiliki dokumen perjalanan yang sah dan masih berlaku. Selain itu, setiap orang asing, menurut undang-undang tersebut juga wajib memiliki izin tinggal. Terkait kehadiran Beng-Beng, jaksa berpendapat ahli bisa saja diancam pidana penjara paling lama lima tahun dan pidana denda paling banyak Rp500 juta.
“Ahli seharusnya menggunakan visa izin tinggal terbatas karena sebagai profesi,” kata jaksa.
Pasal 102 ayat (2) huruf d PP Nomor 31 Tahun 2013 tentang Peraturan Pelaksaan UU Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian (telah diubah dengan PP Nomor 26 Tahun 2016) menyebut bahwa visa tinggal terbatas diberikan untuk melakukan kegiatan dalam rangka bekerja dan melakukan kegiatan yang berkaitan dengan profesi dengan menerima bayaran.
Mencoba menjelaskan, Otto mengatakan bahwa ahli memang sempat menanyakan bahwa apakah kehadirannya sebagai ahli dalam sidang Jessica perlu menggunakan visa tertentu. Hal itu ditanyakan Beng-Beng kepada Otto melalui email sebelum berangkat ke Jakarta. Otto membalas bahwa tidak perlu ada visa tertentu, lazimnya ahli yang didatangkan dari luar negeri cukup menggunakan visa kunjungan.
“Saya bisa tunjukkan email itu. Dan saya sebagai advokat dalam perkara arbitrase di luar negeri tidak perlu menggunakan visa khusus untuk itu. Dan tidak ada masalah sampai saat ini. Saya hampir tiap minggu pergi ke Jepang untuk sidang, tidak ada masalah. Ahli adalah membantu cari keadilan, seharusnya kita berterima kasih,” kata Otto.
Pihak penuntut umum menanggapi bahwa kejadian yag dialami Otto berbeda dengan di Indonesia. Menurut jaksa, aturan imigrasi telah tegas menyatakan hal demikian tanpa terkecuali ahli yang bersidang di Indonesia. Bahkan, dalam konteks ini keterangan yang telah diberikan ahli selama pemeriksaan bisa saja menjadi tidak sah. “Ahli hadir secara sah, maka keterangannya juga sah. Begitu sebaliknya,” ujar jaksa.
Otto tetap bersikeras bahwa ahli yang dihadirkan mestinya sah didengar keterangannya sebagai ahli. Ia bahkan mencontohkan bahwa ketika Beng-Beng diminta membantu pihak Kepolisian Australia dalam kasus Bom Bali I, Beng-Beng juga menggunakan visa kunjungan dan tidak menggunakan visa izin tinggal terbatas. Menengahi keduanya, Kisworo menetapkan bahwa apa yang telah didengar keterangan ahli selama hari ini tetap diterima dan menjadi pertimbangan majelis hakim.
Kisworo menyalahkan jaksa semestinya keberatan soal hal ini diajukan sebelum dimulainya persidangan dan bukan setelah sidang berlangsung cukup lama hingga lewat hari. Keberatan jaksa akan tetap menjadi catatan majelis namun mengenai soal dugaan pelanggaran pidana yang dilontarkan oleh jaksa, biarlah itu menjadi kewenangan jaksa apabila ingin mempermasalahkan.
“Ini telah kita dengar keterangannya, maka akan tetap jadi pertimbangan. Soal pidana, biar nanti jadi urusan jaksa saja,” tutup Kisworo.
(Kongres Advokat Indonesia)