Hukumonline.com – KPK kembali menunjukkan taringnya dengan melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Bupati Banyuasin Yan Anton Ferdian (YAF) dan beberapa orang lainnya. Penangkapan terjadi pada Minggu (4/9) di sejumlah tempat. Awalnya, KPK menangkap enam orang yakni Zulfikar Maharami (ZM) dan Kirman (K) sebagai pengusaha.
Empat orang lainnya adalah YAF selaku bupati, Rustami (RUS) Kepala Sub Bagian Rumah Tangga Bagian Umum Sekretariat Daerah kabupaten Banyuasin, UU (Umar Usman) Kepala Dinas Pendidikan kabupaten Banyuasin dan STY (Sutaryo) salah satu Kasie Pembangunan Peningkatan Mutu Pendidikan dan Tenaga Kependidikan Bidang Program dan Pembangunan Dinas Pendidikan di Banyuasin.
Pertama, KPK menangkap Kirman pada pukul 07.00 WIB yang diduga sebagai pengepul dana sekaligus orang kepercayaan Yan Anton. Kemudian tim KPK bergerak ke kediaman Sutaryo dan menangkapnya sekitar pukul 09.00 WIB. “Setelah itu tim bergerak mengamankan 3 orang yaitu YAF sebagai bupati, RUS selaku kasubag, dan UU sebagai kadisdik. Ini dilakukan di rumah dinas bupati Banyusin setelah selesai kegiatan pengajian sehubungan rencana bupati YAF dan istri untuk menunaikan ibadah haji,” jelas Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan, Senin (5/9).
Pada saat sama, KPK juga mengamankan Zulfikar selaku direktur CV Putra Pratama sekitar pukul 12.00 WIB di sebuah hotel di Mangga Dua Jakarta. Dari beberapa lokasi penangkapan tim sejumlah uang dan bukti transfer kepada Yan Anton. Dari penangkapan, KPK memperoleh uang yang diduga sebagai suap dalam pecaha rupiah dan dolar Amerika Serikat.
Basaria mengatakan, dari uang tersebut, terdapat Rp50 juta yang merupakan bonus yang diminta Sutaryo dari pengusaha selain Rp1 miliar untuk bupati. “Dari tangan K, pengepul disita setoran biaya haji ke sebuah biro perjalanan haji yakni PT TB (Turisina Buana atau Tibi Tour) sebesar Rp531,6 juta yang diduga pemberian untuk suami-istri bupati sebagai fasilitas biaya haji dari ZM,” ungkap Basaria.
Menurut Basaria, uang Rp531,6 juta ditransfer ke biro perjalanan haji pada 3 September 2016. Lalu AS$11.200 diterima bupati pada 2 September 2016 sedangkan uang Rp299,8 juta diterima pada 1 September 2016. “Uang itu kira-kira adalah untuk proyek dinas pendidikan yaitu sebagai bentuk ijon, kadis pendidikan sebagai orang yang diminta untuk mencarikan uang dari proyek ini, sedangkan ZM sebagai penghubung untuk mendapatkan proyek itu,” tambah Basaria.
Sedangkan anggaran total untuk proyek tersebut juga masih diusut oleh penyidik. KPK juga masih mengembangkan dugaan penerima suap lain karena sebelum Yan, jabatan bupati dipegang oleh ayahnya yang bernamaAmiruddin Inoed. Amiruddinmenjabat sebagai bupati selama dua periode berturut-turut.
“Kemungkinan (ayahnya tahu) itu pasti. Kemungkinan pasti berhubungan dengan bupati atau semua berhubungan kasus ini pasti akan diperiksa siapapun orangnya. Tersangka menjabat sebagai bupati sejak 2013 sampai sekarang, konon sebelumnya ayahnya dari 2003 sampai 2013 atau dua periode berturut-turut,” jelas Basaria.
Tim KPK lalu membawa kelimanya ke Polda Sumsel untuk dilakukan pemeriksaan awal. “Setelah dilakukan pemeriksaan cukup lama di Polda Sumsel, mereka diterbangkan ke Jakarta pukul 19.00 WIB dan pemeriksaan masih berlangsung sampai saat ini dalam rangka pengembangan ada kemungkinan ke beberapa tempat,” ungkap Basaria.
Usai diperiksa, KPK menetapkan Yan Anton, Rustami, Umar Usman, seorang swasta yang bertugas sebagai pengepul dana Kirman dan Sutaryo sebagai tersangka penerima suap. Sangkaan kepada kelimanya berdasarkan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b dan atau Pasal 11 UU No. 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20 tahun 2001 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Sedangkan Direktur CV Putra Pratama Zulfikar Muharrami disangka melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b dan atau Pasal 13 UU no 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
(Kongres Advookat Indonesia)