KY Perlu ‘Kompromi’ dengan DPR
KY Perlu ‘Kompromi’ dengan DPR

KY Perlu ‘Kompromi’ dengan DPR

KY Perlu ‘Kompromi’ dengan DPR

Hukumonline.com – Komisi Yudisial (KY) terkesan kecewa dengan keputusan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) terkait usulan calon hakim agung (CHA) dan calon hakim ad hoc tindak pidana korupsi (tipikor) pada MA kali ini. Pasalnya, dari 5 usulan CHA dan 2 calon hakim ad hoc Tipikor pada MA hanya 3 CHA disetujui sebagai hakim agung, sedangkan 4 sisanya digugurkan.

KY sendiri menjamin 5 CHA dan 2 calon hakim ad hoc tipikor pada MA yang sudah melewati serangkaian seleksi memiliki rekam jejak yang baik. Hanya saja, mungkin ketidaklulusan mereka karena faktor performa calon dalam fit and proper test. “Ini wajar karena hasil serupa juga terjadi pada usulan calon pejabat publik oleh Panitia Seleksi instansi lain ke DPR, apalagi DPR lembaga politik,” ujar Juru Bicara KY, Farid Wajdi saat dihubungi, Jum’at (02/9).

Pada Selasa (39/8) di Gedung DPR, Komisi III DPR hanya menyetujui tiga nama CHA yang diusulkan KY yakni Ibrahim (Perdata), Panji Widagdo (Perdata), dan Edi Riadi (Agama). Sedangkan, dua nama CHA lain, yakni Setyawan Hartono (perdata), Kolonel (CHK) Hidayat Manao (Militer) dan 2 calon hakim ad hoc Tipikor Dermawan S Djamian dan Marsidin Namawi tidak disetujui DPR.

Padahal, di seleksi CHA 2016 ini, KY mengusulkan 5 CHA dan 2 calon hakim ad hoc tipikor pada MA. Terlebih, MA membutuhkan 8 orang hakim agung untuk mengisi lima kamar dan 3 hakim ad hoc tipikor pada MA. Namun, KY hanya mengusulkan 5 CHA dan 2 Hakim Ad Hoc Tipikor yang diminta MA. Namun, DPR tak menyetujui usulan CHA yang diharapkan seperti usulan CHA sebelumnya.

“Kalau dikatakan kecewa, ya kita kecewa, tetapi kita bisa memahami dan menghormati itu karena bagaimanapun setiap lembaga politik tidak bisa diprediksi dengan baik,” kata Farid.

Untuk itu, ke depan KY merasa sangat membutuhkan “kompromi” dengan DPR. Dalam arti, KY akan menjalin komunikasi lebih intensif lagi dalam upaya menyamakan persepsi dan parameter kelulusan CHA. Sebab, selama ini KY dan DPR memiliki parameter masing-masing ketika melakukan fit and proper test. Adanya, fakta calon yang lulus dan yang tidak lulus bukti kedua lembaga memfungsikan parameternya masing-masing.

“Kebutuhan menyamakan perspektif dan parameter semakin urgent karena berkali-kali usulan CHA seringkali tidak sesuai yang diharapkan. Ada baiknya kedua lembaga memiliki instrumen penilaian yang dirumuskan atau dibangun bersama agar tidak lagi terlalu banyak calon yang gugur,” harapnya.

Apalagi, saat ini KY tidak hanya menseleksi CHA, tetapi seleksi calon hakim ad hoc tingkat MA baik hakim ad hoc tipikor maupun hakim ad hoc PHI yang juga membutuhkan persetujuan DPR. “Kita akan memperbanyak ruang komunikasi antara KY dan Komisi III DPR terlepas ada atau tidaknya seleksi calon hakim tingkat MA dan hal-hal lain,” tegasnya.

“Ini agar kita bisa meyakinkan DPR bahwa usulan CHA benar-benar berintegritas, memiliki kualitas, dan komitmen. Konkritnya, kita akan libatkan Komisi III DPR sebagai peninjau/pengamat di setiap seleksi CHA termasuk seleksi hakim ad hoc PHI tingkat MA yang saat ini berlangsung tanpa mengurangi independensi KY,” tutupnya.

Terpisah, Kepala Biro Hukum dan Humas MA Ridwan Mansyur menghargai setiap keputusan KY dan DPR terkait seleksi CHA dan hakim ad hoc MA. Namun, sebagai user, MA merasa prihatin karena jumlah hakim agung dan hakim ad hoc MA tidak sesuai dengan jumlah yang diminta yakni 8 hakim agung dan 3 hakim ad hoc tipikor MA. “Kita kan butuhnya 8 hakim agung dan 3 hakim ad tipikor MA,” kata Ridwan.

Menurutnya, saat ini beban kerja MA semakin meningkat kalau dilihat berbagai jenis jumlah perkara yang masuk setiap tahunnya. Di sisi lain, banyak hakim agung yang sudah memasuki masa purnabhkakti alias pensiun yang membutuhkan hakim agung baru. “Tentu MA akan mengajukan kembali untuk pengisian formasi hakim agung dalam waktu dekat ini,” katanya.

Sebagai catatan, pasca terbitnya putusan MKNo. 27/PUU-XI/2013 yang mengubah kewenangan DPR “memilih” menjadi “persetujuan”, usulan nama-nama CHA oleh KY sering “dimentahkan” DPR dalam tiga kali musim seleksi CHA. Berdasarkan catatanhukumonline, DPR pernah menolak 3 CHA usulan KY pada Februari 2014 lalu. Merekaadalah Hakim Pengadilan Tinggi Makassar Suhardjono, Hakim Tinggi Pengawas Sunarto dan Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Sulawesi Tengah Maria Anna Samiyati.

Lalu, pada September 2014, DPR hanya meloloskan 4 nama dari 5 CHA yang diusulkan KY. Yakni, mantan WKPTA Surabaya Amran Suaidi, Dirjen Badilag MA Purwosusilo, WKPT Pontianak Sudrajad Dimyati, dan KPTTUN Medan Is Sudaryono.Sedangkan, Hakim Tinggi PT Papua Muslih bambang Luqmono tidak disetujui. Hanya pada Juli 2015, DPR meloloskan 6 nama sesuai usulan KY. Yakni, Maria Anna Samiyati, Wahidin, Yosran, Sunarto, Suhardjono dan H.A Mukti Arto.

(Kongres Advokat Indonesia)

Silahkan tinggalkan komentar tapi jangan gunakan kata-kata kasar. Kita bebas berpendapat dan tetap gunakan etika sopan santun.

TERPOPULER

TERFAVORIT

Dikukuhkan Jadi Ketua Dewan Pembina KAI, Bamsoet : Pekerjaan Rumah Kita Banyak untuk Sektor Penegakan Hukum
September 27, 2024
Lantik Pengurus, Ketua Presidium DPP KAI: Kita Wujudkan AdvoKAI yang Cadas, Cerdas, Berkelas
September 27, 2024
Dihadiri Ketua Dewan Pembina Sekaligus Ketua MPR RI, Pengurus DPP KAI 2024-2029 Resmi Dikukuhkan
September 27, 2024
Audiensi Presidium DPP KAI – Menkum HAM RI: Kita Mitra Kerja!
September 7, 2024
Diangkat Kembali Ketua Dewan Pembina Kongres Advokat Indonesia (KAI), Ketua MPR RI Bamsoet Dukung Pembentukan Dewan Advokat Nasional
July 25, 2024