Okezone.com – Semua advokat di Indonesia harus memiliki sertifikat dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) 2015. Ini agar, saat para advokat tidak mengalami hambatan untuk berpraktek di Indonesia.
“Kalau sudah MEA berlaku pada akhir tahun ini, bagi semua pengacara dari ASEAN tidak boleh ada hambatan berpraktek di Indonesia,” kata Ketua Lembaga Akreditiasi Mandiri Perguruan Tinggi (LAM PT), Budi Djatmiko, dalam rilisnya.
Budi Djatmiko mengatakan, advokat Indonesia selama ini dapat beracara jika mempunyai kartu anggota dari Peradi dan Kongres Advokat Indonesia (KAI). Namun setelah MEA berlaku, tentunya advokat Vietnam dan Laos, Singapura dan Malaysia tidak kenal dengan Peradi dan KAI.
Oleh karena itu, menurutnya perlu kehadiran Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) khususnya bidang hukum yang diakui di tingkat Asean. “LSP bidang hukum yang tepat untuk memberikan sertifikasi advokat adalah Asosiasi Profesi Hukum Indonesia,” kata Budi.
Dia menambahkan, keharusan semua anggota profesi mempunyai sertifikat diatur dalam Pasal 36 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan yang mengharuskan semua profesi mempunyai sertifikat profesi di bidangnya.
“Oleh karena itu, tidak ada alasan advokat Indonesia menolak keberadaan Lembaga Sertifikasi Profesi itu, jika ke depan mau diakui di tingkat Asean,” kata Budi Djatmiko.
Dia menjelaskan, LSP baiknya berada di bawah Asosiasi Profesi Hukum Indonesia (APHI), namun lembaga itu harus mendapat pengakuan dari pemerintah. “Tanpa ada pengakuan, sulit dapat diakui oleh para advokat itu sendiri,” urainya.
Sementara itu, Dekan Universitas Borobudur Jakarta, Faisal Santiago, menambahkan, cukup setuju dengan wacana advokat Indonesia bersertifikat menyusul berlakunya MEA 2015.
“Saatnya LSP profesi hukum diluncurkan, karena berbagai pendidikan terkait advokat di Indonesia, biasanya relatif cukup mahal. Seolah pendidikan advokat itu ‘money oriented’. Oleh karena itu, jika LSP profesi hukum dapat segera diluncurkan dan standarnya diakui oleh negara ASEAN, hal itu jauh lebih baik dan efektif,” kata Faisal.
Ditambahkan, para pemimpin perguruan tinggi hukum saatnya mulai berbuat dan bergerak untuk membuat kelembagaan yang berstandar internasional agar para sarjana hukum di Indonesia, termasuk di dalamnya para advokat dapat bekerja di negara lain.
“Kita masih punya waktu, karena profesi hukum akan dilaksanakan pada tahun 2018, sementara untuk tahun ini baru menyangkut soal tenaga kedokteran, akuntan, pariwisata, dan tenaga keperawatan,” pungkasnya.
(Kongres Advokat Indonesia)