Detik.com – Jaksa Agung M Prasetyo mengatakan pihaknya akan mempelajari putusan praperadilan PN Bengkulu yang menyatakan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKPP) kasus Novel Baswedan tidak sah.
“Kan sudah saya katakan, setiap kasus itu penanganannya berbeda-beda. Nanti lihat seperti apa. Kita akan pelajari, dalami. Kita akan lihat nanti. Kita merasa yang kita lakukan itu sudah benar,” kata Prasetyo di kantornya, Jl Sultan Hasanuddin, Jakarta Selatan, Kamis (31/3/2016).
Prasetyo mengatakan hakim PN Bengkulu memang berwenang memutus perkara sesuai dengan pertimbangan berdasarkan proses persidangan. Namun atas putusan ini, Kejagung ditegaskan Prasetyo mengkaji opsi lanjutan termasuk deponering.
“Nah ketika kita mengajukan dan berbeda dengan kita ya kita pelajari dulu. Mereka punya kapasitas untuk memutus. Tentunya putusan itu akan kita kaji juga,” kata Prasetyo.
Prasetyo menyebut Kejari Bengkulu bisa mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Bengkulu sebagaimana diatur dalam Pasal 83 KUHAP ayat 2.
Dalam pasal itu tertulis putusan praperadilan yang menetapkan tidak sahnya penghentian penyidikan atau penuntutan, yang untuk itu dapat dimintakan putusan akhir ke pengadilan tinggi di daerah hukum yang bersangkutan.
“Ada pasal 83, itu untuk SKPP bisa dimintakan putusan akhir dari Kejati. Makanya kita pelajari lah nanti. KUHAP bilang gitu, Pasal 83,” kata Prasetyo.
Untuk opsi deponering, Prasetyo menegaskan ingin melihat ada tidaknya unsur kepentingan umum. Jika unsur tersebut terpenuhi, pilihan mengesampingkan perkara atau deponering itu bisa menjadi salah satu opsi yang dipilih.
“Ya kita lihat ada kepentingan umum apa gak di situ. Kalau ada ya kenapa tidak,” katanya.
Novel Baswedan sebelumnya dijerat sebagai tersangka kasus penganiayaan berat terhadap pencuri sarang burung walet di Bengkulu pada tahun 2004. Saat itu Novel menjabat sebagai Kasat Reskrim Polresta Bengkulu.
Jaksa pun sebenarnya telah melimpahkan berkas dakwaan Novel ke Pengadilan Negeri Bengkulu. Namun kemudian pada 22 Februari 2016, Kepala Kejari Bengkulu mengeluarkan SKPP dengan nomor Kep 03/N.7.10/Ep.1/02/2016.
Tidak terima atas penerbitan SKPP tersebut, pihak korban melalui pengacaranya menggugat hal itu ke Pengadilan Negeri Bengkulu. Akhirnya hakim praperadilan memutuskan mengabulkan gugatan tersebut.
Jampidum Kejagung Noor Rohmat dalam jumpa pers Senin (22/2/2016) menegaskan SKPP dikeluarkan dengan dua alasan. “Dihentikan penuntutannya dengan alasan karena tidak cukup bukti, dan karena demi hukum sudah kadaluarsa,” tegasnya.
Menurut Noor, kasus yang dipidanakan pada Novel itu terjadi pada 2004. Novel saat itu menjadi Kasat Reskrim Polres Bengkulu dan dipidana atas kasus menembak tersangka pencuri walet. Novel juga sudah membantah melakukan perbuatan itu.
(Kongres Advokat Indonesia)